Monday, December 29, 2008

Teori Keperawatan Menurut Jean Watson

MANUSIA SEBAGAI FOKUS SENTRAL KEPERAWATAN

Keperawatan sebagai sains tentang human care didasarkan pada asumsi bahwa human science and human care merupakan domain utama dan menyatukan tujuan keperawatan.

Sebagai human science keperawatan berupaya mengintegrasikan pengetahuan empiris dengan estetia, humanities dan kiat/art (Watson,1985).

Sebagai pengetahuan tentang human care fokusnya untuk mengembangkan pengetahuan yang menjadi inti keperawatan, seperti dinyatakan oleh Watson (1985)
" human care is the heart of nursing".

Pandangan tentang keperawatan sebagai sains tentang human care adalah komprehensif.

Ini termasuk pengembangan pengetahuan sebagai basis dalam area-area :
1. Pengkajian terhadap kondisi manusia
2. Eksplikasi dari pengalaman manusia dengan, dan responnya terhadap berbagai kondisi sehat-sakit
3. Telaah terhadap pengelolaan kondisi-kondisi yang menyertainya
4. Deskripsi dari atribut-atribut caring relationship
5. Studi tentang sistem untuk bagaimana human care mesti diwujudkan

Dalam eksplikasi sains tentang human care pencarian harus termasuk beragam metoda untuk memperoleh pemahaman utuh dari human phenomena.
Pencarian ini harus memfasilitasi integrasi pengetahuan dari biomedical, perilaku, sosiokultural, seni dan humaniora untuk menemukan pengetahuan keperawatan baru.

Melalui strategi integrasi dan analisis, dunia objektifitas dapat dihubungkan dengan dunia subjektif dari pengalaman manusia untuk mencapai linkage ini.

Perspektif tentang human science memberi kesempatan bagi pemikir/peneliti keperawatan untuk melakukan telaah terhadap keilmuan keperawatan dan arahnya, guna meletakkan dasar-dasar subject matter serta tanggung jawab ilmiah dan sosialnya. Melalui perspektif ini, kajian terhadap makna,nilai etika tentang manusia, kesehatan dan keperawatan dapat dilakukan.

Dalam pandangan keperawatan manusia diyakini sebagai person as a whole, as a fully functional integrated self.
Dalam konsep holism ini, manusia dilihat sebagai sosok yang utuh,

….."the human is viewed as greater than, and different from, the sum of his or her parts …. (Watson,1985:14)

yang bermakna bahwa keberadaan berbagai aspek dari diri seorang manusia, secara bersama-sama berfungsi dan berespon untuk mewujudkan keutuhannya.

Karena keutuhan ini maka manusia itu unik, berbeda dari manusia lain.
Manusia juga diyakini sebagai sistem terbuka (openned system), yang berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungannya secara dinamis, berkesinambungan dan itu semua penting untuk perkembangan personalnya.

Pandangan dasar tentang manusia ini, yang dalam paradigma keperawatan merupakan fokus sentral pada saatnya memberi arah pada eksplorasi tentang human science , human responses (to health and illness) dan human care serta menuntun perawat untuk memahami dan memperlakukan manusia lain (klien) secara utuh, unik dan manusiawi.

SEHAT/KESEHATAN

• Watson (1985:48) menyatakan

" sehat sebagai unity and harmony within the mind,body and soul. Its also associated with the degree of congruence between the self as perceived and the self as experienced, Such a viewed of health focuses on the entire nature of the individual in his or her physical,social.esthetic and moral realms-instead of just certain aspects oh human behavior and physiology."

Definisi tersebut mengungkap bahwa sehat merupakan kondisi yang utuh dan selaras antara badan,pikiran dan jiwa; dan ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang dipersepsikan dan diri yang diwujudkan.

Pandangan tentang kesehatan berfokus pada individu secara utuh meliputi hal-hal yang bersifat fisik,sosial,etis dan moral, tidak sekedar berfokus pada aspek-aspek perilaku dan fisiologi manusia semata.

Dari beberapa konsep sehat (dan sakit/illness) diatas dapat dikemukakan beberapa hal prinsip antara lain :

• Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya multidimensional, yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi.

• Kondisi sehat dapat terwujud bila kebutuhan dasar manusiawinya terpenuhi•

. Kondisi sehat dapat dicapai karena adanya kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.

• Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang berhenti pada titik tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi pada lingkungan yang dinamis.

• Sehat sebagai suatu kondisi keseimbangan yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh (manusia) karena keberhasilannya menyesuaikan diri terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat mengganggu (agent,environment).

• Carative factor menurut Watson adalah mencoba menghargai dimensi manusia dalam perawatan dan pengalaman-pengalaman subjektif dari orang yang kita rawat.

A.Carrative factor

Elemen-elemen yang terdapat dalam carative factor adalah:
1. Nilai-nilai kemanusiaan dan Altruistik(Humanistic-Altruistic System Value )
2. keyakinan dan harapan(Faith and Hope)
3. Peka pada diri sendiri dan kepada oran lain(Sensitivity to self and others)
4. Membantu menumbuhkan kepercayaan,membuat hubungan dalam perawatan secara manusiawi
5. Pengekspresian perasaan positif dan negative
6. Proses pemecahan masalah perawatan secara kreativ (creative problem-solving caring process)
7. Pembelajaran secara transpersonal(transpersonal teaching learning)
8. Dukungan,perlindungan,perbaikan fisik,mental,social dan spiritual.
9. Bantuan kepada kebutuhan manusia(Human needs assistance)
10. Eksistensi fenomena kekuatan spiritual.


Dari kesepuluh carrative factors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985)

ini berkenaan dengan proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai “warmth, kindness, compassion”.

Watson kemudian memperkenalkan “clinical caritas process”(CCP),
untuk menempatkan carative factor nya,yang berasal dari bahasa yunani “cherish”,yang berarti memberi cinta dan perhatian khusus.
Jadi clinical caritas process adalah suatu praktek perawatan pasien dengan sepenuh hati kesadaran,dan cinta.


Clinical caritas process,adalah sebagai berikut:

 Merawat pasien dengan penuh kesadaran,sepenuh hati dan cinta.

 hadir secara jiwa dan raga,supportif dan mampu mengekspresikan perasaan negative dan positif dari dasar-dasar nilai spiritual diri dalam hubunganya dengan pasien sebagai one-being-cared-for.

 Budidaya nilai spiritual dan transpersonal,melampaui diri sendiri dan supaya lebih terbuka peka dan iba.

 kreatif menggunakan diri dan segala cara dalam proses perawatan,secara artistk,sebagai bagian dari caring-healing-practice.

 menciptakan lingkungan penyembuhan di semua level,fisik dan non fisik,dengan penuh kesadaran dan keseluruhan,yang memperhatikan keindahan,kenyamanan,kehormatan dan kedamaian.

 Terlibat dalam proses pengalaman belajar mengajar,yang dihadirkan sebagai kesatuan “menjadi dan berarti”(being and meaning),dan mencoba melihat dan mengacu pada kerangka berfikir orang lain.

B. Transpersonal caring relationship

Menurut Watson(1999),
transpersonal caring relationship itu berkarakteriskkan hubungan khusus manusia yang tergantung pada:

 Moral perawat yang berkomitmen melindungi dan meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya.

 Perawat merawat dengan kesadaran yang dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai spiritual ,oleh karena itu tidak memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.

 Perawatan berkesadaran bahwa mempunyai hubungan dan potensi untuk menyembuhkan sejak,hubungan,pengalaman dan persepsi sedang berlangsung.

 Hubungan ini menjelaskan bagaimana perawat telah melampaui penilain secara objektif,menunjukkan perhatian kepada subjektifitas seseorang, dan lebih mendalami situasi kesehatan diri mereka sendiri.
Kesadaran perawat menjadi perhatian penting untuk keberlanjutan dan pemahaman terhadap persepsi orang lain.

 Pendekatan ini menyoroti keunikan dari kedua belah pihak,yaitu perawat dan pasien,dan juga hubungan saling mneguntungkan antara dua individu,yang menjadi dasar dari suatu hubungan.
Oleh karena itu,yang merawat dan yang di rawat keduanya terhubung dalam mencari makna dan kesatuan,dan mungkin mampu merasakan penderitaan pasien.

 Istilah transpersonal berarti pergi keluar diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pasien.

Pada akhirnya,tujuan dari transpersonal caring relationship adalah berkaitan dengan melindungi,meningkatkan dan mempertahankan martabat ,kemanusiaan,kesatuan dan keselarasan batin.

C. CARING OCCATION/MOMENT

 CARING OCCATION menurut Watson(1988, 1999) adalah

"kesempatan (mengenai tempat dan waktu) pada saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan , dan dari keduanya dengan phenomena tempat yang unik mempunyai kesempatan secara bersama datang dalam moment interaksi human to human" .

Bagi Watson (1988 b, 1999) bidang yang luar biasa yang sesuai dengan kerangka refensi seseorang atau perasaan-perasaan yang dialami seseorang , sensasi tubuh, pikiran atau kepercayaan spiritual , tujuan-tujuan, harapan-harapan pertimbangan dari lingkungan, arti persepsi seseorang kesemuanya berdasar pada pengalaman hidup yang dialami seseorang , sekarang atau masa yang akan .

Watson (1999) menekankan bahwa perawat dalam hal ini sebagai care giver juga perlu memahami kesadaan dan kehadiranya dalam moment merawat dengan pasienya , lebih lanjut dari kedua belah pihak perawat maupun yang dirawat dapat dipengaruhi oleh perawatan dan tindakan yang dilakukan keduanya , dengan demikian akan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya sendiri

Caring occation bisa menjadi tranpersonal bilamana memungkinkan adanya semangat dari keduanya(perawat dan pasien) kemudian adanya kesempatan yang memungkinkan keterbukaan dan kemampuan –kemampuan untuk berkembang"
. (Watson 1999 , pp. 116-117)

NORMAL LABORATORIUM VALUES

NORMAL LABORATORIUM VALUES

By Sudiryo
NPM : 220111080041

HEMATOLOGY - Red Blood Cells

RBC (Male) 4.2 - 5.6 10^6 / µL [Scientific Notation: 10^6 = 1,000,000]
RBC (Female) 3.8 - 5.1 10^6 / µL
RBC (Child) 3.5 - 5.0 10^6 / µL

HEMATOLOGY - White Blood Cells

WBC (Male) 3.8 - 11.0 10^3 / mm3 [Scientific Notation: 10^3 = 1,000]
WBC (Female) 3.8 - 11.0 10^3 / mm3
WBC (Child) 5.0 - 10.0 10^3 / mm3

HEMOGLOBIN

Hgb (Male) 14 - 18 g/dL
Hgb (Female) 11 - 16 g/dL
Hgb (Child) 10 - 14 g/dL
Hgb (Newborn) 15 - 25 g/dL

HEMATOCRIT

Hct (Male) 39 - 54%
Hct (Female) 34 - 47%
Hct (Child) 30 - 42%

MCV 78 - 98 fL
MCH 27 - 35 pg
MCHC 31 - 37%

neutrophils 50 - 81%
bands 1 - 5%
lymphocytes 14 - 44%
monocytes 2 - 6%
eosinophils 1 - 5%
basophils 0 - 1%


CARDIAC MARKERS _

troponin I 0 - 0.1 ng/ml (onset: 4-6 hrs, peak:
12-24 hrs, return to normal: 4-7 days)

troponin T 0 - 0.2 ng/ml (onset: 3-4 hrs, peak:
10-24 hrs, return to normal: 10-14 days)

myoglobin (Male) 10 - 95 ng/ml (onset: 1-3 hrs, peak:
6-10 hrs, return to normal: 12-24 hrs)
myoglobin (Female) 10 - 65 ng/ml (onset: 1-3 hrs, peak:
6-10 hrs, return to normal: 12-24 hrs)


GENERAL CHEMISTRY

acetone 0.3 - 2.0 mg%
albumin 3.5 - 5.0 gm/dL
alkaline phosphatase 32 - 110 U/L
anion gap 5 - 16 mEq/L
ammonia 11 - 35 µmol/L
amylase 50 - 150 U/dL

AST,SGOT (Male) 7 - 21 U/L
AST,SGOT (Female) 6 - 18 U/L

bilirubin, direct 0.0 - 0.4 mg/dL
bilirubin, indirect total minus direct
bilirubin, total 0.2 - 1.4 mg/dL

BUN 6 - 23 mg/dL
calcium (total) 8 - 11 mg/dL

carbon dioxide 21 - 34 mEq/L
carbon monoxide symptoms at greater than or equal to 10% saturation
chloride 96 - 112 mEq/L

creatine (Male) 0.2 - 0.6 mg/dL
creatine (Female) 0.6 - 1.0 mg/dL
creatinine 0.6 - 1.5 mg/dL

ethanol 0 mg%; Coma:
greater than or equal to 400 - 500 mg%
folic acid 2.0 - 21 ng/mL
glucose 65 - 99 mg/dL
(diuresis greater than or equal to 180 mg/dL)

HDL (Male) 25 - 65 mg/dL
HDL (Female) 38 - 94 mg/dL

iron 52 - 169 µg/dL
iron binding capacity 246 - 455 µg/dL
lactic acid 0.4 - 2.3 mEq/L
lactate 0.3 - 2.3 mEq/L
lipase 10 - 140 U/L
magnesium 1.5 - 2.5 mg/dL

osmolarity 276 - 295 mOsm/kg

parathyroid hormone 12 - 68 pg/mL
phosphorus 2.2 - 4.8 mg/dL
potassium 3.5 - 5.5 mEq/L
SGPT 8 - 32 U/L
sodium 135 - 148 mEq/L

T3 0.8 - 1.1 µg/dL
thyroglobulin less than 55 ng/mL
thyroxine (T4) (total) 5 - 13 µg/dL
total protein 5 - 9 gm/dL
TSH Less than 9 µU/mL

urea nitrogen 8 - 25 mg/dL
uric acid (Male) 3.5 - 7.7 mg/dL
uric acid (Female) 2.5 - 6.6 mg/dL

LIPID PANEL (Adult)

cholesterol (total) Less than 200 mg/dL desirable
cholesterol (HDL) 30 - 75 mg/dL
cholesterol (LDL) Less than 130 mg/dL desirable

triglycerides (Male) Greater than 40 - 170 mg/dL
triglycerides (Female) Greater than 35 - 135 mg/dL


URINE

color Straw
specific gravity 1.003 - 1.040
pH 4.6 - 8.0
Na 10 - 40 mEq/L
K Less than 8 mEq/L
C1 Less than 8 mEq/L
protein 1 - 15 mg/dL
osmolality 80 - 1300 mOsm/L

24 HOUR URINE

amylase 250 - 1100 IU / 24 hr
calcium 100 - 250 mg / 24 hr
chloride 110 - 250 mEq / 24 hr

creatinine 1 - 2 g / 24 hr
creatine clearance (Male) 100 - 140 mL / min
creatine clearance (Male) 16 - 26 mg / kg / 24 hr
creatine clearance (Female) 80 - 130 mL / min
creatine clearance (Female) 10 - 20 mg / kg / 24 hr

magnesium 6 - 9 mEq / 24 hr
osmolality 450 - 900 mOsm / kg

phosphorus 0.9 - 1.3 g / 24 hr
potassium 35 - 85 mEq / 24 hr
protein 0 - 150 mg / 24 hr
sodium 30 - 280 mEq / 24 hr
urea nitrogen 10 - 22 gm / 24 hr
uric acid 240 - 755 mg / 24 hr


COAGULATION

ACT 90 - 130 seconds
APTT 21 - 35 seconds
platelets 140,000 - 450,000 /ml
plasminogen 62 - 130%

PT 10 - 14 seconds
PTT 32 - 45 seconds
FSP Less than 10 µg/dL
fibrinogen 160 - 450 mg/dL
bleeding time 3 - 7 minutes
thrombin time 11 - 15 seconds


CEREBRAL SPINAL FLUID

appearance clear
glucose 40 - 85 mg/dL
osmolality 290 - 298 mOsm/L
pressure 70 - 180 mm/H2O
protein 15 - 45 mg/dL
total cell count 0 - 5 cells
WBCs 0 - 6 / µL


HEMODYNAMIC PARAMETERS

cardiac index 2.5 - 4.2 L / min / m2
cardiac output 4 - 8 LPM

left ventricular stroke work index 40 - 70 g / m2 / beat
right ventricular stroke work index 7 - 12 g / m2 / beat
mean arterial pressure 70 - 105 mm Hg

pulmonary vascular resistance 155 - 255 dynes / sec / cm to the negative 5
pulmonary vascular resistance index 255 - 285 dynes / sec / cm to the negative 5

stroke volume 60 - 100 mL / beat
stroke volume index 40 - 85 mL / m2 / beat

systemic vascular resistance 900 - 1600 dynes / sec / cm to the negative 5
systemic vascular resistance index 1970 - 2390 dynes / sec / cm to the negative 5

systolic arterial pressure 90 - 140 mm Hg
diastolic arterial pressure 60 - 90 mm Hg

central venous pressure 2 - 6 mm Hg; 2.5 - 12 cm H2O
ejection fraction 60 - 75%

left arterial pressure 4 - 12 mm Hg
right atrial pressure 4 - 6 mm Hg

pulmonary artery systolic 15 - 30 mm Hg
pulmonary artery diastolic 5 - 15 mm Hg
pulmonary artery pressure 10 - 20 mm Hg
pulmonary artery wedge pressure 4 - 12 mm Hg
pulmonary artery end diastolic pressure 8 - 10 mm Hg
right ventricular end diastolic pressure 0 - 8 mm Hg


NEUROLOGICAL VALUES

cerebral perfusion pressure 70 - 90 mm Hg
intracranial pressure 5 - 15 mm Hg or 5 - 10 cm H2O


ARTERIAL VALUES

pH 7.35 - 7.45
PaCO2 35 - 45 mm Hg
HCO3 22 - 26 mEq/L

O2 saturation 96 - 100%
PaO2 85 - 100 mm Hg
BE -2 to +2 mmol/L


VENOUS VALUES

pH 7.31 - 7.41
PaCO2 41 - 51 mm Hg
HCO3 22 - 29 mEq/L

O2 saturation 60 - 85%
PaO2 30 - 40 mm Hg
BE 0 to +4 mmol/L

Friday, December 26, 2008

PERAWATAN LUKA

Author:Rinta Dewi B
NPM :220111080045

DEFINISI


Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :


1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

Mekanisme terjadinya luka :

1. Luka insisi (Incised wounds),
terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)


2. Luka memar (Contusion Wound),
terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.


3. Luka lecet (Abraded Wound),
terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.


5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.


6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.


7. Luka Bakar (Combustio)


Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :

1. Clean Wounds (Luka bersih),
yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.


2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi),
merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.


3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi),
termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.


4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi),
yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.


Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :


Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) :
yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.


Stadium II : Luka “Partial Thickness” :
yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.


Stadium III : Luka “Full Thickness” :
yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.


Stadium IV : Luka “Full Thickness”
yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.


Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :


1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.


2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


PROSES PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).


Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :


1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak.
Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi.
Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.


2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel.
Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang.
Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.


3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan.
Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.
Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.
Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA


1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan


2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.


3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.


4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah.
Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.


5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).


6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.
Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.


7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.


8. Pengobatan·
Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera· Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan·
Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.


NURSING MANAGEMENT

Dressing/Pembalutan

Tujuan :

1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. absorbsi drainase
3. menekan dan imobilisasi luka
4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekani
5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien


ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKA


Bahan untuk Membersihkan Luka· Alkohol 70%· Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)· Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)· Hydrogen Peroxide· Natrium Cloride 0.9%

Bahan untuk Menutup Luka· Verband dengan berbagai ukuran

Bahan untuk mempertahankan balutan· Adhesive tapes· Bandages and binders


KOMPLIKASI DARI LUKA


a. Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.


b. Infeksi (Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
· Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
· Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
· Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik.
Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.


c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka.
Keloid merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang

KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT PADA IBU HAMIL



Author : RINTA DEWI B.

NPM : 220111080045


Jika sedang hamil, gigi dan gusi seringkali terasa sakit. Gusi mudah berdarah di beberapa tempat dan bentuknya berbenjol-benjol.
Demikian keluhan ibu hamil ketika mengunjungi dokter gigi.
Kehadiran anak bagi setiap keluarga adalah sesuatu yang sangat istimewa dan dinanti-nantikan kehadirannya. Kehamilan adalah masa-masa yang penuh perhatian, baik untuk ibu hamil juga si jabang bayi.
Pada saat ini ibu hamil betul-betul harus menjaga kondisi kesehatan dengan baik, mengkonsumsi berbagai jenis makanan dan vitamin demi kesehatan ibu dan bayinya.

Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada tubuh wanita, baik fisik maupun psikis.
Keadaan ini disebabkan adanya perubahan hormon estrogen dan progesteron.

Saat kehamilan disertai berbagai keluhan lain seperti ngidam, mual, muntah termasuk keluhan sakit gigi dan mulut.
Kondisi gigi dan mulut ibu hamil seringkali ditandai dengan adanya pembesaran gusi yang mudah berdarah karena jaringan gusi merespons secara berlebihan terhadap iritasi lokal.
Bentuk iritasi lokal ini berupa karang gigi, gigi berlubang, susunan gigi tidak rata atau adanya sisa akar gigi yang tidak dicabut. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan ibu pada saat tidak hamil.

Pembesaran gusi ibu hamil biasa dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan aktivitas hormonal yaitu hormon estrogen dan progesteron.
Hormon progesteron pengaruhnya lebih besar terhadap proses inflamasi/peradangan. Pembesaran gusi akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan. Keadaannya akan kembali normal seperti sebelum hamil.
Pembesaran gusi ini dapat mengenai/menyerang pada semua tempat atau beberapa tempat (single/multiple) bentuk membulat, permukaan licin mengilat, berwarna merah menyala, konsistensi lunak, mudah berdarah bila kena sentuhan.

Pembesaran gusi ini di dunia kedokteran gigi disebut gingivitis gravidarum/pregnancy gravidarum/hyperplasia gravidarum sering muncul pada trisemester pertama kehamilan. Keadaan di atas tidaklah harus sama bagi setiap ibu hamil.

Faktor penyebab timbulnya gingivitis pada masa kehamilan dapat dibagi 2 bagian, yaitu penyebab primer dan sekunder.

1. Penyebab primer
Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis masa kehamilan sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi peradangan pada gusi oleh iritasi lokal.
Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang baik.
Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, perasaan takut ketika menggosok gigi karena timbul perdarahan gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga ibu malas menggosok gigi.
Keadaan ini dengan sendirinya akan menambah penumpukan plak sehingga memperburuk keadaan.

2. Penyebab sekunder
Kehamilan merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron.
Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak dan mudah mengalami perdarahan.
Akan tetapi, jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama kehamilan, perubahan mencolok pada jaringan gusi jarang terjadi.
Keadaan klinis jaringan gusi selama kehamilan tidak berbeda jauh dengan jaringan gusi wanita yang tidak hamil, di antaranya;

a. Warna gusi, jaringan gusi yang mengalami peradangan berwarna merah terang sampai kebiruan, kadang-kadang berwarna merah tua.
b. Kontur gusi, reaksi peradangan lebih banyak terlihat di daerah sela-sela gigi dan pinggiran gusi terlihat membulat.
c. Konsistensi, daerah sela gigi dan pinggiran gusi terlihat bengkak, halus dan mengkilat. Bagian gusi yang membengkak akan melekuk bila ditekan, lunak, dan lentur.
d. Risiko perdarahan, warna merah tua menandakan bertambahnya aliran darah, keadaan ini akan meningkatkan risiko perdarahan gusi.
e. Luas peradangan, radang gusi pada masa kehamilan dapat terjadi secara lokal maupun menyeluruh.
Proses peradangan dapat meluas sampai di bawah jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada struktur tersebut.

Tindakan penanggulangan/perawatan radang gusi pada ibu hamil dibagi dalam 4 tahap, yaitu:

1. Tahap jaringan lunak, iritasi lokal merupakan penyebab timbulnya gingivitis.
Oleh karena itu, tujuan dari penanggulangan gingivitis selama kehamilan adalah menghilangkan semua jenis iritasi lokal yang ada seperti plak, kalkulus, sisa makanan, perbaikan tambalan, dan perbaikan gigi tiruan yang kurng baik.

2. Tahap fungsional, tahap ini melakukan perbaikan fungsi gigi dan mulut seperti pembuatan tambalan pada gigi yang berlubang, pembuatan gigi tiruan, dll.

3. Tahap sistemik, tahap ini sangat diperhatikan sekali kesehatan ibu hamil secara menyeluruh, melakukan perawatan dan pencegahan gingivitis selama kehamilan. Keadaan ini penting diketahui karena sangat menentukan perawatan yang akan dilakukan.

4. Tahap pemeliharaan, tahap ini dilakukan untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal setelah perawatan.
Tindakan yang dilakukan adalah pemeliharaan kebersihan mulut di rumah dan pemeriksaan secara periodik kesehatan jaringan periodontal.

Sebagai tindakan pencegahan agar gingivitis selama masa kehamilan tidak terjadi, setiap ibu hamil harus memperhatikan kebersihan mulut di rumah atau pemeriksaan secara berkala oleh dokter gigi sehingga semua iritasi lokal selama kehamilan dapat terdeteksi lebih dini dan dapat dihilangkan secepat mungkin. (drg. R. Ginandjar Aslama Maulid)

keperawatan payudara pada Ibu hamil

Author : RINTA DEWI B.
NPM : 220111080045

Perawatan payudara selama kehamilan anda adalah salah satu bagian penting yang harus anda perhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya. Saat kehamilan payudara akan membesar dan daerah sekitar putting akan lebih gelap warnanya dan juga lebih sensitive. Semua ini terjadi untuk persiapan tubuh ibu hamil untuk memberikan makanan pada bayinya kelak.

Beberapa tips perawatan payudara selama kehamilan:

.Bila BH anda sudah mulai terasa sempit, sebaiknya mengantinya dengan bh yang pas dan sesuai dengan ukuran anda untuk memberikan kenyamanan dan juga support yang baik untuk payudara anda.

.Bila anda berencana untuk menyusui anda dapat memulai menggunakan bh untuk menyusui pada akhir kehamilan anda. Pilihlah bh yang ukurannya sesuai dengan payudara anda, memakai bh yang mempunyai ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran payudara dapat menyebabkan infeksi seperti mastitis ( suatu infeksi pada kelenjar susu di payudara).

.Persiapkan putting susu anda. Dengan lembut putar putting antara telunjuk dan ibu jari anda sekitar 10 detik sewaktu anda mandi.
Jika anda mendapatkan kesulitan atau puting susu anda rata atau masuk kedalam, konsultasikan ke dokter anda, sehingga hal ini dapat diatasi dini untuk mencegah kesulitan nantinya.

.Pada tahap akhir bulan kehamilan, cobalah untuk memijat lembut payudara didaerah yang berwarna gelap (aerola) dan puting susu, anda mungkin akan mengeluarkan beberapa tetes kolustrum (cairan kental berwarna kekuningan dari putting). Untuk membantu membuka saluran susu.

.Bersihkan payudara dan puting, jangan mengunakan sabun didaerah putting dapat menyebabkan daerah tersebut kering. Gunakan air saja lalu keringkan dengan handuk.

BED SIDE CLINIC ON PERTUSSIS

AUTHOR : LUZNI NOVITA
NPM : 22011180046

1. Personal Information
  • Name : xxxx
  • Age : 2,5 months
  • Sex : Male
  • DOA : 10 - 9 - 2006
  • Diagnosis : Pertusis
  • Nationality : K


2. Family History
Both parents are alive, they are middle class family.
Father is working in defence, living in Jahra.
Mother is a house wife.
Patient has 2 sisters and one brother. Parents are young. They have no known history of any cronic ilness like diabetics, heart disease, hypertension or blood disorder. Child has normal milestares up to the age. His birth weight was 3 kg. He was born in a full term normal delivery.

3. Past Medical History
Child was admitted in J hospital on 10 - 9 - 2006 at 2 am for fever and cough. No chronic ilness noted.

4. Immediate Care Given
A baby got admitted in IDH, pediatric ward on 10 - 9 - 2006 at 11 am with chief complaints of paroxysmal cough and fever since 2 weeks.
Provisionally diagnosed as ? pertussis.
Placed a child in a comfortable position to promote easier ventilation. Orientation given to parents about calling system bell, visiting time, ward set up etc.
Health teaching given about strict isolation to prevent cross infection. Instruction given to the mother not to go others room, wash the hands before and after giving feed.
Explained about vaccination schedule and how to take care of baby. Reassure the parents.
Vital sign monitor and recorded, temperature 38.5 degree celcius, pulse 140/minute, respiration rate 42/minute.
Adol drops one dropper given, cold compress applied. Oxygen by mask, suction machine, pulse oxymeter kept ready in the room. oxygen saturation 100% in room air. Child is taking artificial feeding S26 and breast feed. O2 by mask 4 litres/mnt given when the child become cyanosis.

INVESTIGATION
CBC : WBC - 30.1/L
Lymph - 74.5%
Platelets - 783/L
Hb - 783/L
RFT : K - 5.57 mmol/ L
Na - 138.9 mmol/L
Glucose - 4.8mmol/L
Urea - 3.5 mmol/L
Creatine - 58mmol/L
Albumin - 42 g/L

5. On Going Treatment
Child had thick secretion, suction done to clear air way.
IV fluid of dextrose 5% with 0.225% normal saline started at the rate of 5 drops/ minute.
Injection Rocephin 500mg iv given after skin test negative as an antibiotic. Ventolin nebulization 0.2ml with atrovent 10 drops with normal saline 2 ml every 6 hourly, as prophylatic treatment.
Tuscalman suppository 1 x 2 administered per rectum to reduce secretion.


6.NURSING CARE RENDERED
1.Identification problem : Difficulty in breathing ( RR 50/mnt)
Objectives : The patient is relieved of dyspnoea and to maintain normal breathing.
Nursing intervensions :
- Asses vital signs 1 hourly
- O2 by mask 4 litre/ mnt as ordered.
- Keep the patient comfortable with semi sitting position
- Monitor O2 saturation 8 hourly as docter order.
- Observe the colour of lips, mucosa and nail beds for cyanosis.

2.Identification problem : Paroxysmal cough
Objectives : Patients is relieved from discomfort due to cough
Nursing intervension :
- Hold the baby in prone position with the head elevated.
- Do suction gently if needed.
- Maintain cough chart
- Observed the characteristic and duration of cough.
- Administer medicine as ordered.
- During nebulization hold the baby in sitting position.

3.Identification problem : Elevared temperature (temperature 38.5 C)
Objectives: The patient is relieved of hyperpyrexia and to maintain normal body temperature.
Nursing intervensions :
- Asses temperature, pulse, respiration regularly.
- Increased fluid intake.
- Apply cold compress or tepid sponging.
- Keep patient dry and comfortable.
- Berikan adol drops as order.

4.Identification problem: Knowledge deficit of parents.
Objectives: Parents will verbalise understanding of disease and homecare measure
Nursing interventions:
- Asses readiness, level of understanding and current knowledge of illness
- Provide environtment, conducive to learning.
- Explain disease process as simply as possible.
- Inform parents treatment regimen.

7.Out come of care and present health status
Child was in the hospital 5 days. First day child was crying,irritable and noted 18 times cough. Child become dyspnoeic after cough, O2 by mask given 4 litre/mnt. Suction done, when there was thick secretion nebulization was getting every 6 hourly. Feeds taken and tolerated. Day by day condition of the child was improved.

8.Difficulties while rendering planned care
While giving adol drops child spitted out the medicine twice., the patient is infant, child is unable to expectorate the secretion. While giving nebulization child is irritable and moving too much.So proper positioning is not achieved.

catatan : pasien diambil dari rumah sakit Infectious Diseases ruang anak tempat penulis bekerja.

BATUK EFEKTIF DAN NAPAS DALAM

Pengertian
Batuk efektif : merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.

Tujuan:

Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi , yang bertujuan :
a) Merangsang terbukanya system kolateral.
b) Meningkatkan distribusi ventilasi.
c) Meningkatkan volume parud) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
( Jenkins, 1996 )

Batuk Yang tidak efektif menyebabkan :
1) Kolaps saluran nafas
2) Ruptur dinding alveoli
3) Pneumothoraks

Indikasi

Dilakukan pada pasien seperti :
COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, chest infection, pasien bedrest atau post operasi

I. Latihan Pernafasan

Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
1.Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping
2.Memperbaiki fungsi diafragma
3.Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
4.Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernapasan.
5.Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan

A. Pernafasan Diafragma

•Pemberian oksigen bila penderita mendapat terapi oksigen di rumah.
•Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.
Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah, tangan yang lain di atas dada.
Akan dirasakan perut bagian atas mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas relaksasi

•Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut.
Otot perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar toraks bagian bawah.
Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5 - 1 kg dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini

B. Pursed lips breathing

•menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan mulut tertutup
•kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul

•PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
•Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung
•Dengan pursed lips breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi

C. Lower Side Rib Breathing

•Letakkan kedua tangan di bagian bawah kedua rusuk
•Tarik nafas dalam dan pelan, sehingga tangan terasa maju kedepan
•Keluarkan nafas secara pelan melalui mulut(pursed lips breathing) sehingga tangan terasa kembali pada posisi semula.Istirahat

D. Lower Back and Ribs Breathing

•Duduk di kursi, Letakkan kedua tangan di punggung, tahan dan luruskan punggung
•Tariklah nafas dalam dan pelan sehingga rongga rusuk belakang mengembang
•Tahan kedua tangan, keluarkan nafas secara pelan

E. Segmental Breathing

•Letakkan tangan pada kedua bagian rusuk bawah
•Tarik nafas dalam dan pelan, konsentrasikan kepada bagian kanan rusuk dan tangan mengembang
•Pastikan/usahakan bagian rongga rusuk/tangan kanan mengembang lebih besar dibandingkan dengan bagian kiri
•Tahan tangan, keluarkan nafas secara perlahan dan rasakan rongga rusuk/kanan yang mengembang kembali seperti semula Ulangi, dan lakukan sebaliknya untuk bagian kiri sama seperti tehnik diatas

KEGUNAAN LATIHAN NAFAS

•Latihan Nafas Dalam Untuk mengurangi Rasa Nyeri Postsurgical Deep Breathing/Nafas dalam setelah Operasi
Latihan Nafas Dalam Untuk Mengurangi Rasa Nyeri

•Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
• Letakkan tangan diatas perut
•Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
• Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
• Lakukan hal ini berulang kali (kurang lebih 15 kali)
• Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.

Postsurgical Deep Breathing/Nafas dalam setelah Operasi

Cara latihan napas dalam pasca operasi :
•Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dpat berbaring terlentang dengan lutut agak ditekukkan.
•Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk pada bagian yang terdapat luka operasi dengan kedua tangan
•Bernafaslah dengan normal
•Bernafaslah dengan dalam melalui hidung, Rasakan lambung menekan keluar ketika bernafas
•Lipatkan bibir seperti meniup lilin
•Kemudian tiupkan perlahan melalui mulut, rasakan dada menurun ketika mengeluarkan nafas
•Istirahat untuk beberapa saat
•Ulangi tindakan diatas beberapa kali

II. Latihan Batuk/Batuk Efektif

•Huff Coughing adalah tehnik mengontrol batuk yang dapat digunakan pada pasien menderita penyakit paru-paru seperti COPD/PPOK, emphysema atau cystic fibrosis. Postsurgical Deep Coughing

Huff Coughing

•Untuk menyiapkan paru-paru dan saluran nafas dari Tehnik Batuk huff, keluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas. Mulai dengan bernafas pelan. Ambil nafas secara perlahan, akhiri dengan mengeluarkan nafas secar perlahan selama 3 – 4 detik.
•Tarik nafas secara diafragma, Lakukan secara pelan dan nyaman, jangan sampai overventilasi paru-paru.Setelah menarik nafas secara perlahan, tahan nafas selama 3 detik, Ini untuk mengontrol nafas dan mempersiapkan melakukan batuk huff secara efektif

•Angkat dagu agak keatas, dan gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran nafas cepat sebanyak 3 kali dengan saluran nafas dan mulut terbuka, keluarkan dengan bunyi Ha,ha,ha atau huff, huff, huff. Tindakan ini membantu epligotis terbuka dan mempermudah pengeluaran mucus.
•Kontrol nafas, kemudian ambil napas pelan 2 kali.
•Ulangi tehnik batuk diatas sampai mucus sampai ke belakang tenggorokkan
•Setelah itu batukkan dan keluarkan mucus/dahak

Postsurgical Deep Coughing

Step 1 :
•Duduk di sudut tempat tidur atau kursi, juga dapat berbaring terlentang dengan lutut agak ditekukkan.
•Pegang/tahan bantal atau gulungan handuk terhadap luka operasi dengan kedua tangan
•Bernafaslah dengan normal

Step 2 :
•Bernafaslah dengan pelan dan dalam melalui hidung.
•Kemudian keluarkan nafas dengan penuh melalui mulut, Ulangi untuk yang kedua kalinya.
•Untuk ketiga kalinya, Ambil nafas secara pelan dan dalam melalui hidung, Penuhi paru-paru sampai terasa sepenuh mungkin.

Step 3 :
•Batukkan 2 – 3 kali secara berturut-turut. Usahakan untuk mengeluarkan udara dari paru-paru semaksimalkan mungkin ketika batuk.
•Relax dan bernafas seperti biasa
•Ulangi tindakan diatas seperti yang diarahkan.

PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN

A. KELUHAN UTAMA :
•Batuk (Cough)
•Peningkatan Produksi Sputum
•Dyspnea
•Hemoptysis
•Chest Pain

B. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

•Riwayat merokok
•Pengobatan saat ini dan masa lalu
•Alergi
•Tempat tinggal

C. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

•Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa
•Kelainan alergis, seperti asthma bronchial

REVIEW SYSTEM (Head to Toe)

a. Inspeksi
Kelainan pada bentuk dada :
•Barrel Chest
•Funnel Chest (Pectus Excavatum)
•Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
•Kyphoscoliosis

b. Palpasi

c. Perkusi
Suara perkusi normal :Resonan (Sonor) :
•bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal
•Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
•Tympany : musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara

Suara Perkusi Abnormal :
a.Hiperresonan : bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
b.Flatness : sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.

d. Auskultasi

•Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal).
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih

Suara nafas normal :

a) Bronchial
b) Bronchovesikular
c) Vesikular
d) Wheezing
e) Ronchi
f) Pleural friction rub
g) Crackles
. Fine crackles
. Coarse crackles

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Proses Ventilasi
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif

Proses Difusi
2. Kerusakan pertukaran gas

Proses Transprtasi Gas
3. Pola nafas tidak efektif

Lain-lain
4. Intoleran Aktifitas
5. Penurunan Curah Jantung
6. Risiko terhadap aspirasi

PERENCANAAN

1.INTERVENSI UMUM
•Posisi
•Kontrol lingkungan
•Aktivitas dan Istirahat
•Oral hygiene

2. TERAPI RESPIRASI

a.Memfasilitasi Batuk Efektif dan Nafas Dalam
b.Fisioterapi Dada/Chest Physiotherapy
c.Oksigen

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI

Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.

Tuesday, December 23, 2008

TERAPI OKSIGEN

Terapi Oksigen

Daftar isi

AUTHOR : VEFI AGUSTIN
: LUZNI NOVITA
Bab I: Pendahuluan
• Definisi Terapi Oksigen
• Tujuan dan Manfaat Terapi Oksigen
Bab II: Tinjauan Pustaka Daftar Pustaka
• Landasan Teori
• Pengkajian
• Perencanaan
• Indikasi
• Kontra Indikasi
Bab III: Pembahasan
• Implementasi
• Evaluasi
Bab IV : Pembahasan
Bab V : Daftar Pustaka

Bab I PENDAHULUAN
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini di peroleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh di tentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan oksigen di tandai dengan keadaan hipoksia yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan.
Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Pemberian terapi oksigen dalam asuhan keperawatan memerlukan dasar pengetahuan tentang factor-faktor yang mempengaruhi masuknya oksigen dari atmosfer sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi, berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian oksigen, metode pemberian oksigen dan bahaya-bahaya pemberian oksigen.

Definisi
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung

Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori

ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
A. Saluran Nafas Atas
1. Hidung
2. Faring
3. Laring
4. Trakea
B. Saluran Nafas Bawah
1.Bronkus
2.Bronkiolus
3.Bronkiolus Terminalis
4.Bronkiolus Respiratori
5.Duktus alveolar dan Sakus Alveolar
6.Alveoli
C. Paru
D. Pleura

IV. FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
Bernafas / pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi :
a. Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat

2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi.
Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli

3. Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel-sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju transportasi :
a. Curah jantung (cardiac Output / CO)
b. Jumlah sel darah merah
c. Hematokrit darah
d. Latihan (exercise)

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAPASAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1.Tahap Perkembangan
2.Lingkungan
3.Gaya Hidup
4.Status kesehatan
5.Narkotika
6.Perubahan pola nafas
7.Obstruksi jalan nafas

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
3. Riwayat perkembangan
a.Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b.Bayi : 44 x/mnt
c.Anak : 20 - 25 x/mnt
d.Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e.Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4.Riwayat kesehatan keluarga
5.Riwayat sosial
6.Riwayat psikologis

Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapi
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapi



7. Riwayat spiritual
8. Pemeriksaan fisik

a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna, bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
• Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
• Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama dengan diameter tranversal (1 : 1). Pada orang dewasa perbandingan diameter antero-posterior dan tranversal adalah 1 : 2
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya : Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan. Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
Kelainan tulang belakang diantaranya : Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke belakang. Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk cekung. Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi pernapasan apakah pernapasan klien eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt, klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16 x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
Perlu juga dikaji volume pernapasan apakah hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang ataukah hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai dengan pernapasan yang lambat.

Pernapasan yang perlu juga dikaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu ditandai dengan pengembangan perut.
Perlu juga dikaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau irreguler, ataukah klien mengalami pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat dan kadang diselingi apnea, atau pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan diselingi periode apnea.
Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak napas yang menetap dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea yaitu kemampuan bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri.
Perlu juga dikaji bunyi napas, dalam hal ini perlu dikaji adanya stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas bagian atas, atau stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi, atau wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul, atau rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar saat inspirasi, ataukah ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat ekspirasi.
Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi, ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah.

Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi apakah takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah apakah hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi, ataukah hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.
Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah terjadi anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan kurang, atau hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah kurang, atau hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat kelainan internal atau eksternal, atau cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb, ataukah clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan oksigen dalam waktu yang lama.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus kanan lebih besar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria besar

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Penurunan kardiak output
5. Rasa berduka
6. Koping tidak efektif
7. Perubahan rasa nyaman
8. Potensial/resiko infeksi
9. Interaksi sosial terganggu
10.Intoleransi aktifitas, dll sesuai respon klien

1.Bersihan jalan napas tidak efektif
Yaitu tertumpuknya sekresi atau adanya obstruksi pada saluran napas.
Tanda-tandanya :
• Bunyi napas yang abnormal
• Batuk produktif atau non produktif
• Cianosis
• Dispnea
• Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan

Kemungkinan faktor penyebab :
• Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
• Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
• Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
• Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
• Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
• Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
• Immobilisasi
• Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi

2.Pola napas tidak efektif
Yaitu respon pasien terhadap respirasi dengan jumlah suplay O2 kejaringan tidak adekuat
Tanda-tandanya :
• Dispnea
• Peningkatan kecepatan pernapasan
• Napas dangkal atau lambat
• Retraksi dada
• Pembesaran jari (clubbing finger)
• Pernapasan melalui mulut
• Penambahan diameter antero-posterior
• Cianosis, flail chest, ortopnea
• Vomitus
• Ekspansi paru tidak simetris

Kemungkinan faktor penyebab :
• Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
• Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
• Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
• CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
• Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
• Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial atau oedema
• Penimbunan CO2 akibat penyakit paru

3.Gangguan pertukaran gas
Yaitu perubahan asam basa darah sehingga terjadi asidosis respiratori dan alkalosis respiratori.

4.Penurunan kardiak output
Tanda-tandanya :
• Kardiak aritmia
• Tekanan darah bervariasi
• Takikhardia atau bradikhardia
• Cianosis atau pucat
• Kelemahan, vatigue
• Distensi vena jugularis
• Output urine berkurang
• Oedema
• Masalah pernapasan (ortopnea, dispnea, napas pendek, rales dan batuk)

B. Latihan napas dalam dan batuk efektif
Biasanya dilakukan pada pasien yang bedrest atau post operasi
Cara kerja :
• Pasien dalam posisi duduk atau baring
• Letakkan tangan di atas dada
• Tarik napas perlahan melalui hidung sampai dada mengembang
• Tahan napas untuk beberapa detik
• Keluarkan napas secara perlahan melalui mulut sampai dada berkontraksi
• Ulangi langkah ke-3 sampai ke-5 sebanyak 2-3 kali
• Tarik napas dalam melalui hidung kemudian tahan untuk beberapa detik lalu keluarkan secara cepat disertai batuk yang bersuara
• Ulangi sesuai kemampuan pasien
• Pada pasien pot op. Perawat meletakkan telapak tangan atau bantal pada daerah bekas operasi dan menekannya secara perlahan ketika pasien batuk, untuk menghindari terbukanya luka insisi dan mengurangi nyeri

C. Posisi yang baik
• Posisi semi fowler atau high fowler memungkinkan pengembangan paru maksimal karena isi abdomen tidak menekan diafragma
• Normalnya ventilasi yang adekuat dapat dipertahankan melalui perubahan posisi, ambulasi dan latihan

D. Pengisapan lendir (suctioning)
Adalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang berlebihan pada jalan napas, suction dapat dilakukan pada oral, nasopharingeal, trakheal, endotrakheal atau trakheostomi tube.

E. Pemberian obat bronkhodilator
Adalah obat untuk melebarkan jalan napas dengan melawan oedema mukosa bronkhus dan spasme otot dan mengurangi obstruksi dan meningkatkan pertukaran udara.
Obat ini dapat diberikan peroral, sub kutan, intra vena, rektal dan nebulisasi atau menghisap atau menyemprotkan obat ke dalam saluran napas.

2. Mobilisasi sekresi paru
A. Hidrasi
Cairan diberikan secara oral dengan cara menganjurkan pasien mengkonsumsi cairan yang banyak 2,5 liter perhari, tetapi dalam batas kemampuan/cadangan jantung.
B. Humidifikasi
Pengisapan uap untuk membantu mengencerkan atau melarutkan lendir.
C. Postural drainage
Adalah posisi khusus yang digunakan agar kekuatan gravitasi dapat membantu di dalam pelepasan sekresi bronkhial dari bronkhiolus yang bersarang di dalam bronkhus dan trakhea, dengan maksud supaya dapat membatukkan atau dihisap sekresinya.
Biasanya dilakukan 2 - 4 kali sebelum makan dan sebelum tidur / istirahat.
Tekniknya :
• Sebelum postural drainage, lakukan :

- Nebulisasi untuk mengalirkan sekret
- Perkusi sekitar 1 - 2 menit
- Vibrasi 4 - 5 kali dalam satu periode
• Lakukan postural drainage, tergantung letak sekret dalam paru.

3. Mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru

A. Latihan napas
Adalah teknik yang digunakan untuk menggantikan defisit pernapasan melalui peningkatan efisiensi pernapasan yang bertujuan penghematan energi melalui pengontrolan pernapasan
Jenis latihan napas :
• Pernapasan diafragma
• Pursed lips breathing
• Pernapasan sisi iga bawah
• Pernapasan iga dan lower back
• Pernapasan segmental

B. Pemasangan ventilasi mekanik
Adalah alat yang berfungsi sebagai pengganti tindakan pengaliran / penghembusan udara ke ruang thoraks dan diafragma. Alat ini dapat mempertahankan ventilasi secara otomatis dalam periode yang lama.
Ada dua tipe yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif.

C. Pemasangan chest tube dan chest drainage
Chest tube drainage / intra pleural drainage digunakan setelah prosedur thorakik, satu atau lebih chest kateter dibuat di rongga pleura melalui pembedahan dinding dada dan dihubungkan ke sistem drainage.
Indikasinya pada trauma paru seperti : hemothoraks, pneumothoraks, open pneumothoraks, flail chest.
The three bottle water
Tujuannya :
• Untuk melepaskan larutan, benda padat, udara dari rongga pleura atau rongga thoraks dan rongga mediastinum
• Untuk mengembalikan ekspansi paru dan menata kembali fungsi normal kardiorespirasi pada pasien pasca operasi, trauma dan kondisi medis dengan membuat tekanan negatif dalam rongga pleura.
Tipenya :
a. The single bottle water seal system
b. The two bottle water

4. Mengurangi / mengoreksi hipoksia dan kompensasi tubuh akibat hipoksia
Dengan pemberian O2 dapat melalui :
• Nasal canule
• Bronkhopharingeal kateter
• Simple mask
• Aerosol mask / trakheostomy collars
• ETT (endo trakheal tube)

5. Meningkatkan transportasi gas dan Cardiak Output
Dengan resusitasi jantung paru (RJP), yang mencakup tindakan ABC, yaitu :
A : Air way adalah mempertahankan kebersihan atau membebaskan jalan napas
B : Breathing adalah pemberian napas buatan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung
C : Circulation adalah memulai kompresi jantung atau memberikan sirkulasi buatan
Jadi secara umum intervensi keperawatan mencakup di dalamnya :
a. Health promotion
• Ventilasi yang memadai
• Hindari rokok
• Pelindung / masker saat bekerja
• Hindari inhaler, tetes hidung, spray (yang dapat menekan nervus 1)
• Pakaian yang nyaman
b. Health restoration and maintenance
• Mempertahankan jalan napas dengan upaya mengencerkan sekret
• Teknik batuk dan postural drainage
• Suctioning
• Menghilangkan rasa takut dengan penjelasan, posisi fowler/semi fowler, significant other
• Mengatur istirahat dan aktifitas dengan memberikan HE yang bermanfaat, fasilitasi lingkungan, tingkatkan rasa nyaman, terapi yang sesuai, ROM
• Mengurangi usaha bernapas dengan ventilasi yang memeadai, pakaian tipis dan hangat, hindari makan berlebih dan banyak mengandung gas, atur posisi
• Mempertahankan nutrisi dan hidrasi juga dengan oral hygiene dan makanan yang mudah dikunyah dan dicerna
• Mempertahankan eliminasi dengan memberikan makanan berserat dan ajarkan latihan
• Mencegah dan mengawasi potensial infeksi dengan menekankan prinsip medikal asepsis
• Terapi O2
• Terapi ventilasi
• Drainage dada

INDIKASI PEMBERIAN O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
(1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada klien dengan gejala : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.

KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontra indikasi absolut
Kanul nasal: jika ada obstruksi nasal
Kateter nasofaringeal: jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal


Bab III PEMBAHASAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi dilakukan sesuai tujuan dan kriteria termasuk di dalamnya evaluasi proses.
Evaluasi Hasil
Penilaian klinis : sistem kardiovaskular
Sistem respirasi
Monitoring O2 (FiO2)
SaO2
Analisis gas darah
P (A-a) O2
PaO2/FiO2

Bab IV KESIMPULAN
Terapi O2 merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian O2 merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

Bab V DAFTAR PUSTAKA :
Black, Joyce M. Medical Surgical Nursing ; Clinical Management For Continuity Of Care, W.B Sunders Company, 1999
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, edisi bahasa Indonesia, vol. 8, Jakarta, 2001
Carpenito, LYnda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Doengoes, Merilin E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ketiga, Jakarta, EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1999
Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah, YIAPK, Bandung, 1996
Potter, Patricia A. Perry, Anne G. Fundamental of Nursing ; Concepts, Process and Practice, Mosby Year Book, St. Louis, 1997
Taylor, Calor. Et al. Fundamentals of Nursing ; The Art and Science of Nursing Care, Lipincott, Philadelphia, 1997
……………, Dasar Dasar Keperawatan Kardiotarasik, Edisi ketiga, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta 1993

TINDAKAN SUCTIONING

Panduan Suction untuk Pasien Dewasa

( Publishing and editing by Kelompok I FON ELKIU 2008)

1. PENDAHULUAN
Suctioning melibatkan aspirasi dari mekanik dari sekresi nasofaring, oropharynx dan batang tenggorok.
Ini merupakan prosedur yang diperlukan untuk mempertahankan jalan udara dan yang dilakukan pada sesuatu untuk membersihkan jalan nafas dengan batuk atau teknik lain pembersihan dada.

Prosedur dapat dilakukan melalui jalan nafas alami, atau melalui udara yang artifisial seperti tracheostomy tube atau melalui pembedahan seperti laryngectomy stoma.

Pedoman yang bertujuan untuk prosedur suction termasuk:
Persiapan Pasien
Waktu suctioning
Pembersihan peralatan
Penilaian hasil
Observasi Pasien

2. Lingkup Panduan
Pedoman mencakup semua staf yang melakukan prosedur suctioning.
Staf yang memiliki tanggung jawab untuk mengajar laypersons teknik isapan harus memberikan pelatihan apapun oleh adhering untuk panduan ini setiap saat.

Tujuan dari panduan ini adalah untuk:
• Menyediakan kerangka kerja bagi standar praktek suctioning
• Memberikan pelayanan kesehatan profesional dengan dukungan, pengetahuan dan bukti dari praktek-praktek yang baik diperlukan untuk memungkinkan mereka untuk melakukan teknik suctioning
Pedoman hanya berlaku untuk suctioning dari pasien di rumah mereka sendiri dan masyarakat lainnya pengaturan.
Alternatif situs komunitas seperti rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi harus merujuk ke pedoman untuk Suctioning dalam pengaturan akut

3. Di butuhkan kompetensi
Pedoman ini berlaku untuk semua perawatan kesehatan profesional yang melakukan teknik suctioning.
Profesional Kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa mereka kompeten untuk melaksanakan tugas dan didelegasikan harus bersedia untuk dipertanggungjawabkan untuk praktek mereka.
Mereka harus memberitahu manajer jika mereka merasa bahwa mereka tidak kompeten dan mengidentifikasi mereka yang berkaitan dengan kebutuhan pelatihan ini adalah praktikal.

4. Tanggung jawab dan akuntabilitas
Semua perawatan kesehatan profesional yang melakukan suctioning teknik pada pasien dalam pengaturan masyarakat, harus mengetahui isi panduan ini.
Mereka diingatkan bahwa mereka harus setiap waktu mematuhi:
• Keperawatan dan kebidanan Dewan Kode Perilaku Profesional (2002)
• Masyarakat dari The Chartered fisioterapist Aturan Perilaku Profesional (2002)

5. Pelatihan dari LAYPERSONS / asisten kesehatan
Di mana yang sesuai, prosedur ini dapat diajarkan untuk meletakkan orang / asisten perawatan kesehatan.
Karena itu setiap pelatihan dari laypersons perlu dilakukan oleh profesional perawatan kesehatan yang menganggap dirinya kompeten di bidang praktek ini.

Pelatihan harus mengikuti prinsip praktek ditetapkan dalam pedoman ini dan harus meliputi:
• Prinsip aman isapan
• Observasi pasien sebelum dan setelah prosedur
• Pengamatan dari teknik
• Kinerja dari teknik di bawah pengawasan sampai individu dianggapnya sendiri kompeten

6. Aman untuk pasien
• Semua pasien yang memerlukan isapan buatan melalui udara
• Mereka yang memerlukan isapan melalui bedah stoma
• Mereka yang memerlukan isapan untuk pengelolaan lisan atau berhubungan dgn sekresi cabang tenggorokan melalui rute oropharyngeal (OP) atau nasopharyngeal rute (NP).

NB. Pasien yang memerlukan reguler isapan berikut perubahan dalam kondisi (biasanya dikelola oleh kepercayaan akut) harus habis untuk masyarakat tim dengan rencana sedotan (lihat Lampiran 1)

7. IndikasiSUCTIONING
indikasi utama suctioning untuk merawat pasien adalah pasien tidak mampu menghasilkan udara yang cukup jelas oleh batuk.
Kebutuhan untuk pembersihan jalan nafas telah dibuktikan oleh:
1. Lebih sering batuk.
2. Terdengar sekresi
3. Terlihat sekresi
4. Peningkatan atau penurunan tekanan pasang surut volume pada ventilator
5. Indikasi oleh pasien yang diperlukan suctioning
6. Diduga aspirasi dari berhubung dgn lambung perut atau atas udara sekresi
7. Jika tak diterangkan dalam meningkatkan sesak nafas.
8. Menurun oksigen saturations pemikiran untuk dikaitkan dengan lendir di mana plugging oksigen saturations dipantau.

8. Kontra-indikasi untuk SUCTIONING
Ketika suctioning ditunjukkan, tidak mutlak dan contraindications ada kegagalan sedotan untuk dapat membuktikan untuk lebih merugikan dari potensi buruk reaksi. Namun, rutin atau 'dijadwalkan' suctioning, dengan tidak ada indikasi kebutuhan tidak dianjurkan.

9. Bahaya / komplikasi
Kemungkinan bahaya dan komplikasi adalah sama tanpa memperhatikan lokasi masing-masing.
Pasien harus dipantau terus untuk semua sebagai berikut.
• Oksigen de-saturation seperti yang ditunjukkan oleh denyutan nadi oximetry jika pemantauan tersebut telah ditetapkan.
• Trauma ke mulut, tracheal atau berhubungan dgn cabang tenggorokan mucosa
• Gagal jantung
• Respiratory Arrest
• jantung dysrhythmias
• paru atelectasis (kolapsnya bagian paru-paru karena mengakibatkan udara selama suctioning prosedur.
• Bronchospasm atau bronchoconstriction.
• Infeksi Pernafasan
• Pendarahan atau pendarahan
• Hipertensi atau hypotension.

10. PERSIAPAN PASIEN
• Bilamana mungkin pasien harus didorong untuk membersihkan jalan nafas oleh batuk atau teknik lain pembersihan udara. .
• Pra-oxygenation harus digunakan jika ditunjukkan. Ini harus ditentukan sebagai bagian dari rencana penyerahan isapan untuk perawatan di rumah sakit.

Pra-oxygenation tidak ditunjukkan dalam:
• Pasien didokumentasikan sebagai mengalami oksigen desaturation selama sedotan.
• Pasien yang mengalami cardiac dysrhythmias selama sedotan.
• Pasien terus menerima tambahan oksigen.
• Mereka yang hanya memerlukan OP atau NP suctioning.
• pernafasan yang menyebabkan hypoxia.

NB / manual hyperinflation Kadang-kadang mungkin juga diperlukan sebelum suctioning tetapi di luar lingkup ini sesuai pedoman dan pelatihan akan diminta dari kepercayaan untuk perawatan rumah sakit.

11. Prinsip-prinsip good praktek
• Bilamana layak, suctioning teknik harus diberikan langsung kepada pasien, untuk memungkinkan mereka untuk melakukan teknik pada diri mereka. Hal ini mengurangi risiko terjadinya transmisi organisme dan pengenalan yg berhubung dgn kulit infeksi dari pemberi perawatan.

• Adalah praktek umum dan diterima menggunakan bersih daripada teknik steril selama suctioning di lingkungan rumah sakit.

• pakai aprons dan perlindungan mata harus dipakai bila staf adalah melaksanakan suctioning prosedur untuk memperkecil potensi aerosol kontaminasi dari pakaian dan masuk ke dalam mata.
Sebagai minimum baik secara individu kemasan steril sarung tangan harus dikenakan atau jika tidak steril sarung tangan - getah, serbuk harus dikenakan dan 'tidak sentuh' teknik harus bekerja memastikan bahwa catheter tidak memiliki kontak langsung dengan sarung tangan.

• Pasien yang memerlukan pra-oxygenation juga harus menerima oksigen setelah suctioning telah selesai.

12. Penggunaan peralatan
Diharapkan dalam banyak situasi di mana perawatan kesehatan profesional yang melaksanakan suctioning teknik pada pasien dalam pengaturan masyarakat, isapan peralatan yang akan diberikan oleh 'peralatan utama layanan.
Dalam keadaan ini layanan kesehatan profesional / tim yang mengatur penyediaan peralatan tersebut bertanggung jawab untuk:
• Memeriksa bahwa peralatan adalah pelayanan dan dipelihara secara berkala
• Memeriksa bahwa isapan mesin diatur ke tingkat yang sesuai
<120mmHg pada orang dewasa (bertujuan untuk 80-120mmHg).

NB. Untuk lebih gigih sekresi tekanan yang lebih tinggi mungkin diperlukan, juga mempertimbangkan ukuran tabung yang digunakan. Namun, TIDAK melebihi 200mmHg.

Isapan catheter ukuran yang harus dicatat dalam rencana sedotan. Jika yang artifisial adalah udara di tempat tersebut tidak boleh melebihi ½ internal diameter dalam tabung.
Internal diameter x 3 untuk memperoleh ukuran dari catheter di Fg
2
Idealnya yang harus catheter <½ diameter dari batang tenggorok sehingga mengurangi risiko selama prosedur hypoxia.

13. PROSEDUR

• Selalu menjelaskan prosedur untuk pasien untuk mengamankan, meningkatkan kerjasama dan bantuan untuk beristirahat.

• Hands haruslah dikontaminasi menggunakan alkohol tangan menggilap / gel, jika tidak secara fisik bersih mereka harus dicuci dengan sabun dan air menggunakan teknik yang diakui dan kering dengan kertas lebih teliti handuk.

• Perlindungan pakaian termasuk sarung tangan (rinci di atas), aprons dan perlindungan mata harus dikenakan (masker N95 yang mungkin diperlukan jika pasien memiliki infeksi menular - ini tidak termasuk MRSA). Bila staf suctioning idealnya harus berdiri untuk satu sisi untuk meminimalkan potensi kontaminasi selama batuk.

• Buka akhir isapan catheter paket dan melampirkan ke sistem pipa-pipa isapan. Kawasan yang catheter yang akan datang tidak harus dimasukkan ke dalam kontak dengan sarung tangan atau untuk memastikan lingkungan yang tidak menyentuh teknik.

• Hapus catheter perlindungan dari lengan dan memperkenalkan melalui rute yang dipilih (lihat isapan rencana). Masukkan sampai batuk adalah mendorong atau jarak yang akan diukur hanya di atas carina (ini adalah titik di mana batang tenggorok bifurcates ke kanan dan kiri utama cabang tenggorokan). Hal ini dianggap tidak baik untuk memasukkan catheter tahan hingga dirasakan, karena hal ini akan meningkatkan kerusakan mucosal.

• Pastikan catheter dimasukkan tanpa isapan diterapkan. Kehalusan selama prosedur ini penting untuk mengurangi risiko kerusakan mucosal yang dapat mengakibatkan trauma dan meningkatkan risiko infeksi.

• Memasukan catheter yang hati-hati dengan isapan diterapkan (jempol atas kekosongan port). Tidak perlu menggunakan gerakan berputar sambil menerapkan isapan sebagai catheters memiliki lubang keliling.

• Jangan isapan berlaku untuk lebih dari 10 detik sekaligus.

• suction catheter yang harus dimasukkan dan ditarik setelah hanya untuk memperkecil potensi kontaminasi silang. Isapan catheters dimaksudkan sebagai satu menggunakan perangkat dan karena itu tidak boleh kembali atau diproses kembali digunakan.

• catheter yang harus melibat di sarung tangan dan dibuang

• sistem pipa-pipa yang seharusnya sedotan dicuci melalui suctioning baru-baru ini direbus dengan air steril atau air, (untuk membasuh diri lendir), bersih dari sebuah wadah yang kiri bersih dan kering di antara digunakan. Kontainer harus ditujukan untuk tujuan ini. Kemudian aspirate udara dan kering untuk membersihkan permukaan internal dari sistem pipa-pipa.

• Perlindungan pakaian harus dihilangkan dan tangan dikontaminasi baik dengan sabun dan air bersih secara fisik atau jika alkohol gel.

14.Suction YANKAUER
• Selalu menjelaskan prosedur untuk pasien untuk mengamankan, meningkatkan kerjasama dan bantuan untuk beristirahat.
• Hands haruslah dikontaminasi menggunakan alkohol tangan menggilap / gel, jika tidak secara fisik bersih mereka harus dicuci dengan sabun dan air menggunakan teknik yang diakui dan kering dengan kertas lebih teliti handuk.
• Perlindungan pakaian termasuk sarung tangan (rinci di atas), aprons dan perlindungan mata harus dikenakan.
• Lampirkan yang yankauer catheter (kaku plastik sudut catheter) ke sistem pipa-pipa sedotan dan tempat dalam rongga mulut.
• Terapkan isapan untuk menghapus lisan sekresi.
• Perlindungan pakaian harus dihilangkan dan tangan dikontaminasi baik dengan sabun dan air bersih secara fisik atau jika alkohol gel.

15. Penilaian hasil

Hasil pengamatan dan harus dicatat dalam rencana perawatan untuk menginformasikan. Suctioning prosedur yang dapat dianggap berhasil dan perlu untuk suctioning affirmed oleh:
• Menghilangkan sekresi
• Perbaikan nafas suara
• Membersihkan batuk
• Meningkatkan oksigen saturations tercermin dalam detak nadi oximetry
• peningkatan subyektif seperti yang dilaporkan oleh pasien
• Penurunan tingkat pernafasan dan detak jantung
• Penurunan sesak nafas.
• Penurunan tekanan puncak inspiratory pasang surut dan peningkatan volume pada mekanik ventilasi.

Pasien harus dipantau untuk reaksi buruk ini mungkin termasuk perubahan dalam:

Artikel atau suara
o Kulit warna - termasuk keberadaan atau tidak adanya cyanosis
o menilai pernafasan
o menilai Heart

dahak atau karakteristik (warna, volume, konsistensi dan bau)
o tekanan darah
o ventilator variabel (jika perlu)
o Oksigen saturations oximetry medis ketika ditunjukkan oleh berdebar-debar.
Jika pra-oxygenation digunakan kemudian posting oxygenation harus terjadi.

16. Keterbatasan prosedur
Suctioning hanya memiliki kemampuan untuk menghapus sekresi yang telah dikumpulkan di vicky (pencabangan dua dari batang tenggorok) atau di atas.
Sekresi yang disimpan dalam jalan nafas tidak akan dihapus dengan prosedur ini.

17. PERALATAN

• Suction mesin.
Suction mesin diberikan kepada pasien harus memiliki fasilitas untuk mengendalikan tekanan sedotan (80-120 mmHg).
Kebanyakan isapan mesin yang disediakan telah hadir di non-pakai sedotan waduk (jar kaca).

• suction tube.
Hal ini harus disertakan dalam jumlah yang cukup untuk membolehkan sistem pipa-pipa yang akan berubah setidaknya setiap 7 hari sebagaimana petunjuk

• Suction catheters
Dianjurkan catheters yang digunakan harus dikontrol kekosongan (orang-orang dengan ibu jari kontrol). ukuran Catheter tidak boleh melebihi setengah internal diameter dari udara / buatan udara

• Yankaeur catheters
Dianjurkan Yankaeur catheters kekosongan harus dikontrol. Jika tidak dikontrol kekosongan catheters diberikan, harus diperhatikan untuk hanya berlaku pada isapan penarikan dari catheter.

• Sarung tangan
Dianjurkan lateks, tidak steril, sarung tangan bebas serbuk digunakan.

• mata
Perisai mata harus disediakan untuk digunakan oleh profesional kesehatan. Ini memberikan perlindungan dari splashes dan aerosol.

• Aprons
Pakai plastik aprons harus dikenakan setiap saat ketika melakukan isapan prosedur dan prosedur dekontaminasi.

• masker
Pelindung yang tidak diperlukan secara rutin. Dalam kasus yang merawat pasien dengan penyakit menular, spesialis masker akan diberikan. Nasehat ini juga dapat dicari didapat dari Perawat Spesialis Pengendalian Infeksi.

18. Infeksion control

PRAKTEK-PRAKTEK DIKONTAMINASI

Untuk reservoir, dan sistem pipa-pipa catheters (Damani 2003)

• isapan reservoir atau kontainer akan pakai bisa atau tidak pakai. Bila endapan non-pakai (isapan jar)servoir tindakan kewaspadaan berikut harus diambil:

• pakai plastik APRON pakai dan tidak steril sarung tangan harus dikenakan untuk endapan yang menggetarkan. Perlindungan mata harus dikenakan jika pukulan ke wajah adalah kemungkinan. Jika pasien menyebarkan infeksi pernafasan yang tinggi penyaringan N95 masker harus dikenakan (ini tidak termasuk MRSA).

• jar yang harus diputus dari sistem vakum, dijalankan dengan seksama ke toilet dan dituangkan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran ke lingkungan sekitar. Sekresi harus dibersihkan dengan jumlah air berlebihan.

• jar yang harus dicuci dan kemudian dicuci dengan General Purpose Deterjen (GPD) dan solusi air panas. Ia harus dicuci lagi di air tawar dan kering dengan handuk sekali pakai kertas.

• Sebuah solusi yang lemah sodium bikarbonat dapat digunakan untuk membantu menghapus mucuos bahan.

• Sebagai alternatif isapan jar dapat dicuci dalam mesin cuci disinfector di steril layanan departemen jika fasilitas ini tersedia.

• Botol harus dikosongkan ketika 2 / 3 penuh. Dalam masyarakat pengaturan, pasien harus didorong untuk membersihkan botol dalam hitungan hari terlepas dari jumlah aspirate.

• penggunaan yang rutin pembasmian tidak perlu untuk membersihkan sedotan kaleng. Organik dalam hal isi akan mudah menonaktipkan pembasmian, sehingga penambahan pembasmian hanya akan memperpanjang proses dan tidak akan ada keuntungan.
Satu-satunya pengecualian untuk saat ini adalah pasien / klien telah TBC paru-paru atau penyakit menular lainnya. Dalam kasus tersebut sebaiknya untuk mengirim peralatan untuk CSSD untuk desinfektan sebelum menggunakan kembali.

Penanganan suatu ketika (liner) reservoir, tindakan kewaspadaan berikut harus diambil: --

• A pakai plastik APRON pakai dan sarung tangan tidak steril harus dikenakan.
• suction reservoir yang harus diputus dari kekosongan sistem tertutup dengan benar dan sesuai dengan petunjuk pabriknya.
• sewa yang harus bersegel aman dan dibuang sebagai limbah klinis.

Suction tube (Lawrence et al 2003

• Suction tube harus diganti setiap 7 hari kecuali banyak jumlah pengeluaran yang sudah ada atau dalam kasus-kasus dimana sistem pipa-pipa yang menjadi kotor, perubahan harian dalam kasus ini.

CATHETERS (Wilson 2002)

• Yankaeur suction catheters dapat digunakan kembali pada pasien yang sama / klien mereka yang diberikan melalui bersemangat setelah digunakan, dengan teliti dibersihkan menggunakan air panas dan deterjen tujuan umum , dicuci dan dikeringkan menggunakan handuk kertas sekali pakai , bagian dalam catheter dapat kering aspirating oleh udara.
Mereka harus disimpan bersih dan kering dan dilindungi dari pencemaran lingkungan. Frekuensi perubahan harus berdasarkan penilaian risiko atas tergantung pada penggunaan dan sifat sekresi.
Dalam masyarakat ini harus di mingguan sebagai minimum tetapi lebih sering jika diperlukan.

19. PENYELENGGARAAN
• filter yang harus diubah sesuai dengan rekomendasi produsen, frekuensi dapat bervariasi dari bulanan untuk setiap tahun tergantung pada masing-masing unit sedotan.
Filter juga harus berubah jika mereka menjadi basah atau warna atau jika isapan telah dilakukan pada pasien / klien yang dikenal dengan darah ditanggung infeksi virus atau tebece paru-paru sebelum suctioning pasien/klien lain. Rutin biasanya akan mengubah filter dilakukan pada saat pelayanan.
Namun, petugas kesehatan akan memiliki akses ke cadangan filter dalam kasus pencemaran.

• isapan mesin harus selalu disevice sesuai dengan petunjuk pabriknya.
Tanggung jawab untuk pemeliharaan terletak dengan organisasi yang telah menyediakan peralatan.

• Dalam kasus di mana isapan mesin telah disediakan oleh organisasi lain, kesehatan profesional yang diperlukan untuk mensuplai habis, yaitu sistem pipa-pipa isapan catheters dan sejalan dengan panduan ini.

20. PENYIMPANAN
Bila isapan unit tidak digunakan, botol harus dijaga bersih dan kering dan catheter tidak boleh sampai connected diperlukan.
Pasien / wali harus didorong untuk menutupi mesin dengan penutup debu bukti jika tidak digunakan, misalnya teh handuk bersih.

Perlu diingat, petunjuk lebih lanjut tentang Infeksi Kontrol termasuk masalah;
• Penggunaan perlindungan CLOTHING
• kebersihan tangan
• Manajemen Limbah
• Dekontaminasi