Saturday, January 10, 2009

ENERGI

ENERGI
Sering kita bicarakan energi dalam percakapan sehari-hari. Baik dalam percakapan umum ataupun dalam forum-forum resmi tentang energi.
Apakah yang disebut dengan energi?

PENGERTIAN ENERGI
Energi berasal dari bahasa Yunani “energeia”, yang berarti activity,operation, dari “energos”,yang berarti active,working,ability to do work.[Wikipedia]

Energy (from the Greek, - energeia, "activity, operation", - energos, "active, working") is a scalar physical quantity, an attribute of objects and systems that is conserved in nature. In physics textbook, energy is often defined as the ability to do work.

Energi adalah Kemampuan untuk melakukan atau menghasilkan perubahan suatu zat /bahan.

SIKLUS PEMBENTUKAN ENERGI
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh.
Hal ini disebabkan karena semua jenis karbohidrat baik monosakarida, disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi menjadi glukosa di dalam hati.
Glukosa ini kemudian akan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh.

Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah.
Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose).
Di dalam tubuh selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga akan berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak.
Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP (adenosine triphosphate) yang merupakan molekul molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh.
Dalam konsumsi keseharian, glukosa akan menyediakan hampir 50—75% dari total kebutuhan energi tubuh.
Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui 2 mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik.
Proses metabolisme secara anaerobic akan berlangsung di dalam sitoplasma (cytoplasm) sedangkan proses metabolism aerobik akan berjalan dengan mengunakan enzim sebagai katalis di dalam mitochondria dengan kehadiran Oksigen (O2 ).

Proses Glikolisis
Tahap awal metabolisme konversi glukosa menjadi energi di dalam tubuh akan berlangsung secara anaerobik melalui proses yang dinamakan Glikolisis (Glycolysis). Proses ini berlangsung dengan mengunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada sel eukaryotik (eukaryotic cells).
Inti dari keseluruhan proses Glikolisis adalah untuk mengkonversi glukosa menjadi produk akhir berupa piruvat.
Pada proses Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C6 H12 O6 ) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat (pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C3 H3 O3).
Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan terbentuknya beberapa senyawa antara seperti Glukosa 6-fosfat dan Fruktosa 6-fosfat.
Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan molekul ATP serta molekul NADH (1 NADH3 ATP).
Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai komponen dasar sumber energi.
Melalui proses glikolisis ini 4 buah molekul ATP & 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan mengkonsumsi 2 buah molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.

Respirasi Selular

Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung pada kondisi aerobik dengan mengunakan bantuan oksigen (O2 ).
Bila oksigen tidak tersedia maka molekul piruvat hasil proses glikolisis akan terkonversi menjadi asam laktat.
Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses yang dinamakan respirasi selular (Cellular respiration).

Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu
-Produksi Acetyl-CoA,
-proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat (Citric-Acid Cycle) serta
-Rantai Transpor Elektron (Electron Transfer Chain/Oxidative Phosphorylation).

Tahap kedua dari proses respirasi selular yaitu Siklus Asam Sitrat merupakan pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh.
Siklus ini tidak hanya digunakan untuk memproses karbohidrat namun juga digunakan untuk memproses molekul lain seperti protein dan juga lemak.

Produksi acetyl-CoA / Proses Konversi Pyruvate

Sebelum memasuki Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) molekul piruvat akan teroksidasi terlebih dahulu di dalam mitokondria menjadi Acetyl-Coa dan CO2.
Proses ini berjalan dengan bantuan multi enzim 2 pyruvate dehydrogenase complex (PDC) melalui 5 urutan reaksi yang melibatkan 3 jenis enzim serta 5 jenis coenzim.

3 jenis enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah:
- Enzim Pyruvate Dehydrogenase (E1),
- dihydrolipoyl transacetylase(E2) &
- dihydrolipoyl dehydrogenase (E3),

sedangkan coenzim yang telibat dalam reaksi ini adalah TPP, NAD+, FAD, CoA & Lipoate.

Proses oksidasi Acetyl-CoA (Citric-Acid Cycle)

Molekul Acetyl CoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi Pyruvate kemudian akan masuk kedalam Siklus Asam Sitrat.
Secara sederhana persamaan reaksi untuk 1 Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) dapat dituliskan :
+ + Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD --> oxaloacetate + 2 CO + FADH + 3 NADH + 3 H + GTP


Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa.

Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara aerobik di dalam mitokondria dengan bantuan 8 jenis enzim.
Inti dari proses yang terjadi pada siklus ini adalah untuk mengubah 2 atom karbon yang terikat didalam molekul Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbon dioksida (CO2 ), membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang dihasilkan pada siklus ini ke dalam senyawa NADH, FADH2 dan GTP.
Selain menghasilkan CO2 dan GTP, dari persamaan reaksi dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus Asam SItrat juga akan menghasilkan molekul NADH & molekul FADH2 . Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini kemudian akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran sel mitokondria melalui proses Rantai Transpor Elektron untuk menghasilkan produk akhir berupa ATP dan air (H2O).


Proses /Rantai Transpor Elektron

Proses konversi molekul FADH2 dan NADH yang dihasilkan dalam siklus asam sitrat (citric acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi oksidatif (oxidative phosphorylation) atau juga Rantai Transpor Elektron (electron transport chain).
Di dalam proses ini, elektron-elektron yang terkandung didalam molekul NADH & FADH2 ini akan dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu oksigen (O2).
Pada akhir tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam molekul NADH akan mampu untuk menghasilkan 3 buah molekul ATP sedangkan elektron yang terdapat dalam molekul FADH2 akan menghasilkan 2 buah molekul ATP.


Energi Metabolisme Glukosa

Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO2 ) dan air (H2O).
Karbon dioksida dihasilkan dari siklus Asam Sitrat sedangkan air (H2 O) dihasilkan dari proses rantai transport elektron.
Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas.
Terbentuknya ATP dan kalor panas inilah yang merupakan inti dari proses
metabolisme energi.

Melalui proses Glikolisis, Siklus Asam Sitrat dan proses Rantai Transpor Elektron, sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk mengunakan dan menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP.
Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu untuk menghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses secara anaerobic.
Dalam proses metabolisme secara aerobik, ATP akan terbentuk sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya akan menghasilkan 2 buah ATP.
Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini akan mampu untuk menghasilkan energi sebesar 7.3 Kcal/Mol.


PROSES TRANSPORTASI OKSIGEN KE DALAM SEL

Oksigen dibawa oleh darah dalam bentuk oxyhemoglobin, yang terbentuk saat pernafasan dimana oksigen terikat dengan komponen heme yaitu protein dari hemoglobin dari sel darah merah [erythrocyte].
O2 yang terikat dengan Fe2+ dalam heme, selanjutnya masuk ke dalam sel dan digunakan untuk aerobic glycolysis untuk memproduksi ATP melalu proses oxidative phosfoliration.
Selama proses tersebut,electron-elektron ditransfer dari electron donor,ke electron acceptor,seperti oksigen dalam reaksi redox [oksidasi dan reduksi].

TINDAKAN PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE( NGT )

TINDAKAN PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE( NGT )

DIPUBLIKASIKAN OLEH:
KELOMPOK I FON
SUDIRYO NPM. 220111080041

TUGAS KELOMPOK VII KDM DISUSUN OLEH :
1.ANANG RACHYUDI NPM. 220111080040
2.SUDIRYO NPM. 220111080041


UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM KELAS KHUSUS KUWAIT
2008/2009


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...1

BAB I PENDAHULUAN ...3
A. Latar Belakang...3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...4
A. Landasan teori ...4
B. Pengkajian ...8
C. Perencanaan ...10
D. Indikasi dan Kontra Indikasi ...16

BAB III. PEMBAHASAN ...18
Implementasi ...18

BAB IV. KESIMPULAN ...25

BAB V. DAFTAR PUSTAKA ...26


TINDAKAN PEMASANGAN NASOGASTRIK TUBE ( NGT )


BAB I : PENDAHULUAN

A. Later belakang


Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).

Untuk memenuhi kebutuhan pasien, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memasukan dan melakukan perawatan NGT adalah sangat dibutuhkan.

Bagi anak-anak,kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan; oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak sadarkan diri. Keselamatan adalah selalu menjadi perhatian,dimana kerjasama perawat pasien dan keluarga sangat dibutuhkan dan pada sebagian anak terkadang agak sedikit dipaksakan.

Sebagai perawat profesional,harus berhati-hati dalam melaksanakan tindakan serta memperhatikan keunikan variasi di dalam melaksanakan tindakan secara aman dan nyaman. (WALLEY & WONG, 2000).


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Teori

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).

Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik ( selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewatI tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung.
http://en.wikipedia.org/wiki/Nasogastric_intubation)

Nasogastrik: Menunjuk kepada jalan dari hidung sampai ke lambung.
Selang Nasogastrik adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus ) menuju ke lambung.
Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang Nasogastrik.

"Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin “nasus”untuk hidung atau moncong hidung.
Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster” yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah “nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.
( http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=9348)

Definisi NGT :
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot.
(http://dying.about.com/od/glossary/g/NG_tube.htm )


Tujuan dan Manfaat Tindakan

Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah,racun)
2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)


NUTRISI ENTERAL

Nutrisi Enteral merupakan pemberian nutrient melalui saluran cerna dengan menggunakan sonde (tube feeding).
Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral.
Pemberian nutrisi enteral dini (yang dimulai dalam 12 jam sampai 48 jam setelah pasien masuk ke dalam perawatan intensif [ICU]) lebih baik dibandingkan pemberian nutrisi parenteral.

Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain:
• Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus
• Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna
• Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna
• Mengurangi proses katabolic
• Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna
• Mempercepat penyembuhan luka
• Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral
• Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan Nutrisi Parenteral
• Pasien-pasien yang dapat diberikan nutrisi enteral adalah mereka yang tidak bisa makan, tidak dapat makan, dan tidak cukup makan (ASPEN, 1998)

“Bila usus bekerja, gunakanlah.” Kalimat yang sudah sering diucapkan berulang-ulang kali itu, merupakan panduan untuk pemberian dukungan nutrisi.

Biasanya, adanya bunyi usus dan flatus merupakan indikator bahwa saluran cerna berfungsi, khususnya pada pasien-pasien paska pembedahan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa motilitas saluran cerna yang menurun pada periode paska operasi ini, hanya mempengaruhi lambung dan usus besar (kolon), dan tidak mempengaruhi fungsi usus halus.

Berkurangnya ataupun hilangnya bunyi usus tidak perlu sampai menghambat pemberian nutrisi enteral (Lewis et al 2001).

Sebaliknya, adanya bunyi usus juga tidak menjamin bahwa pemberian nutrisi enteral bisa sukses, misalnya pada pasien-pasien dengan Intractable diarrhea.


DOKUMENTASI

Catat hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:

Tanggal dan waktu insersi slang
Warna dan jumlah drainase
ukuran dan tipe slang
Toleransi klien terhadap prosedur

KOMPLIKASI YANG DISEBABKAN OLEH NGT

1. Komplikasi mekanis
-Sondenya tersumbat.
-Dislokasi dari sonde, misalnya karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap hidung.

2.Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi.
Dikarenakan pemberian NGT feeding yang terlalu cepat
3.Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
-Yang menyerupai jerat
-Yang menyerupai simpul
-Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
Hal ini dapat langsung menyebabkan diare.
4.Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi


B.PENGKAJIAN

Pengkajian pada pasien yang akan dilakukan pemasangan NGT meliputi:

1.Biodata klien: Nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan,tingkat pendidikan, Diagnosa medis,Tanggal admission.
2.Riwayat kesehatan: Riwayat Masa lalu klien, Riwayat kesehatan keluarga dan Riwayat kesehatan klien saat ini.
3.Kondisi kesehatan saat ini

Pemeriksaan fisik:
*Kesadaran umum: Allert/letargic, (regular/irregular),Pulse rate,Blood pressure.
*Tanda-tanda Vital: Respiration(regular/irregular),Respiration rate,Pulse rate,Blood pressure.

*Head to too; Apakah terdapat trauma di bagian kepala; nasophageal trauma,skull fracture,maxilo fracture,cervical fracture,disphagia,atresia oesophagus,naso-oro-pharyngeal burn.apakah terdapat paresthesia, hemipharesis,Apakah terdapat alat bantu pernafasan;pemasangan mask oksigen,nasal canula,endotracheal tube,guedel/mayo,ventilator,distensi abnominal, muntah(cairan,darah;warna,konsistensi)

Data Penunjang:
• Oxygen saturation
• Chest X-Ray

NGT on Chest-X Ray dan Upper Abdominal X Ray
sesudah insertion untuk memastikan posisi NGT di lambung

• Laboratorium: sample darah lengkap,urine,stool

PENGKAJIAN SECARA UMUM

Pengkajian harus berfokus pada:
Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang
Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada
Riwayat masalah sinus atau nasal
Distensi abdomen, nyeri atau mual


Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan pemasangan NGT adalah sebagai berikut :

Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
Gangguan Rasa Nyaman : mual muntah
Kurang pengetahuan


C.PERENCANAAN SECARA UMUM
Perencanaan untuk pemasangan NGT sesuai dengan tujuan dan manfaat tindakan dan indikasi kontraindikasi

Perencanaan keperawatan yang bertujuan untuk menghindari beberapa komplikasi

1. Komplikasi mekanis

a) Agar sonde tidak tersumbat
 perawat atau pasien harus teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh sedikitnya tiap 24 jam
 bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti, sonde harus dibersihkan setiap 30 menit dengan menyemprotkan air atau teh.

b) Agar sonde tidak mengalami dislokasi

 sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasa sakit
 posisi kepala pasien harus lebih tinggi dari alas tempat tidur (+ 30°)

2. Komplikasi pulmonal: aspirasi

a) Kecepatan aliran nutrisi enteral tidak boleh terlalu tinggi
b) Letak sonde mulai hidung sampai ke lambung harus sempurna.

Untuk mengontrol letak sonde tepat di lambung, kita menggunakan stetoskop guna auskultasi lambung sambil menyemprot udara melalui sonde.

3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde

a) sebelum sonde dimasukkan, harus diukur dahulu secara individual (pada setiap pasien) panjangnya sonde yang diperlukan, dari permukaan lubang hidung sampai keujung distal sternum.
b) sonde harus diberi tanda setinggi permukaan lubang hidung
c) sonde harus dilekatkan dengan sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik tanpa menimbulkan rasasakit
d) perawat dan pasien harus setiap kali mengontrol letaknya tanda di sonde, apakah masih tetap tidak berubah (tergeser).

4. Komplikasi yang disebabkan oleh yang zat nutrisi antara lain

4.1. Komplikasi yang terjadi di usus

a) Diare
b) Perut terasa penuh
c) Rasa mual, terutama pada masa permulaan pemberian nutrisi enteral



4.2. Komplikasi metabolik hiperglikemia

Perencanaan keperawatanya dari komplikasi yang terjadi di usus
Pemberian nutrisi enteral harus dilakukan secara bertahap.

 Tahap pembangunan; dengan mempergunakan mesin pompa
Hari 1 : kecepatan aliran 20 ml/jam = 480 ml/hari
Hari 2 : kecepatan aliran 40 ml/jam = 960 ml/hari
Hari 3 : kecepatan aliran 60 ml/jam = 1440 ml/hari
Hari 4 : kecepatan aliran 80 ml/jam = 1920 ml/hari
Hari 5 : kecepatan aliran 100 ml/jam = 2400 ml/hari =
2400 kcal/hari
Kekurangan kebutuhan cairan dalam tubuh pada hari pertama sampai dengan hari keempat harus ditambahkan dalam bentuk air, teh atau dengan sistem infus (parenteral).

Selanjutnya ada dua kemungkinan:

Kemungkinan I

Nutrisi enteral konsep 24 jam:
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 100 ml/jam = 2400
ml/hari = 2400 kcal/hari.

Kemungkinan II
Hari 6: kecepatan aliran 120 ml/jam (selama 20 jam/hari)
Hari 7: kecepatan aliran 140 ml/jam (selama 17 jam/hari)
Hari 8: kecepatan aliran 160 ml/jam (selama 15 jam/hari)
Hari 9: kecepatan aliran 180 ml/jam (selama 13 jam/hari)
Hari 10: kecepatan aliran 200 ml/jam (selama 12 jam/hari)

Nutrisi enteral konsep 12 jam
Kecepatan aliran nutrisi enteral tetap 200 ml/jam = 2400ml/hari = 2400 kcal/hari

Maksud konsep 12 jam ini agar pasien hanya terikat oleh
pemberian nutrisi enteral selama 12 jam sehari. Misalnya,hanya antara jam 19 sampai jam 7 pagi sambil tidur.
Apabila timbul rasa mual atau diare, pada waktu tahap pembangunan dianjurkan supaya kecepatan aliran nutrisi enteral diturunkan 40 ml/jam.

Contoh :
26 Cermin Dunia Kedokteran No. 42, 1987
Pada kecepatan 100 ml/jam, pasien merasa mual dan mendapat diare.
Dianjurkan:
-- kecepatan diturunkan sampai 60 ml/jam
-- ditunggu 24 sampai 48 jam sehingga rasa mual dan diare hilang
-- setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 80 ml/jam
-- tunggu lagi 48 jam
-- bila tak ada keluhan, kecepatan boleh dinaikkan lagi menjadi 120 ml/jam, dan seterusnya.
Tiap kali timbul rasa mual atau diare, kecepatan aliran nutrisi langsung dikurangi 40 ml/jam dan perlahan-lahan setelah rasa mual dan diare hilang, kecepatan dinaikkan lagi.



• perencanaan keperawatan dari komplikasi metabolik

- periksa kadar gula dalam darah selama nutrisi enteral
- bila terjadi hiperglikemia, terutama pada pasien-pasien yang menderita dibetes melitus, harus dilakukan terapi dengan insulin.


BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

A. Nutrisi enteral per sonde tak perlu dihentikan, bila
1. diare ringan
2. perut terasa penuh
3. pasien terus menerus harus bertahak
4. dislokasi sonde yang tidak terlalu berat

Dalam hal ini, pasien dan perawat dapat menanggulanginya dengan cara-cara sebagai berikut :
-- kecepatan nutrisi enteral harus diturunkan 40 ml/jam
-- apakah ada kemungkinan kontaminasi pada waktu mempersiapkan zat nutrisi?

Bila demikian, sistem saluran dan zat nutrisi harus diganti dengan yang baru dan bersih.
-- periksa letak sonde. Gunakan stetoskop untuk mengauskultasi lambung sambil menyemprot udara ke dalam sonde.


B. Nutrisi enteral harus dihentikan sementara sampai kesukaran-kesukaran ditanggulangi, bila:
1. muntah-muntah
2. pilek (rinitis) yang berat
3. kalau simtom-simtom dari A dalam waktu 48 jam tidak mereda
Selama penghentian ini, perawat atau pasien harus secara teratur membersihkan sonde dengan menyemprotkan air atau teh agar sonde tidak tersumbat.

C. Nutrisi enteral harus langsung dihentikan dan konsultasi ke
dokter, bila:
1. muntah-muntah yang berat
2. diare yang berat
3. diduga aspirasi

KONTROL RUTIN

1. Setiap 2 hari menimbang berat badan
-- ini merupakan kontrol rutin yang mudah dan efektif
-- bila berat badan tidak naik atau bahkan menurun menunjukkan sesuatu yang tidak sempurna
-- dalam hal ini harus konsultasi ke dokter.
2. Pasien atau perawat harus secara teratur membuat protokol
tentang frekuensi, jumlah dan konsistensi dari tinja.
3. Pasien atau perawat harus setiap kali mengontrol apakah letak tanda pada sonde masih berada di permukaan lubang hidung dan tidak tergeser. Sonde harus tetap melekat sempurna di sayap hidung dengan plester yang baik, tanpa menimbulkan rasa sakit.
4. Mesin pompa dan sistem pipa plastik harus dikontrol baik- baik kebersihannya dan tidak boleh bocor

"CHECK LIST"
Harus konsultasi ke dokter, bila :
1. berat badan turun
2. pilek (rinitis) yang berat
3. diduga aspirasi
4. muntah-muntah yang berat

Apakah kedudukan sonde masih sempurna? Bila:
1. pasien terus menerus bertahak (refluks)
2. diare: ini akan terjadi bila sonde meluncur terus menuju abdomen atau jejunum.
Dalam hal ini sonde harus agak ditarik ke luar.
Apakah osmolaritas zat nutrisi sesuai dengan yang dianjurkan? Bila:
1. diare
2. perut terasa penuh.
Dalam hal ini harus diperiksa apakah zat nutrisi dipersiapkan sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik. Perhatikan perbandingan antara jumlah air terhadap jumlah bubuk zatnutrisi.
Apakah kecepatan aliran nutrisi enteral tidak terlalu cepat?
Apakah mesin pompa atau sistem pipa tidak sempurna?
Bila
1. diare
2. perut terasa penuh

D. Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT

INDIKASI:

• Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan
• Keracunan makanan minuman
• Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT
• Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

KONTRAINDIKASI:

Nasogastric tube tidak dianjurkan atau digunakan dengan berlebihan kepada beberapa pasien predisposisi yang bisa mengakibatkan bahaya sewaktu memasang NGT,seperti:
• Klien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.
• Klien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali ingestion juga beresiko untuk esophageal penetration.
• Klien dengan Koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT, pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu sebelum NGT
• Pasien dengan gastric bypass surgery yang mana pasien ini mempunyai kantong lambung yang kecil untuk membatasi asupan makanan
konstruksi bypass adalah dari kantong lambung yang kecil ke duodenum dan bagian bagain usus kecil yang menyebabkan malabsorpsi(mengurangi kemampuan untuk menyerap kalori dan nutrisi


BAB III. PEMBAHASAN


IMPLEMENTASI (PEMASANGAN) NGT
Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

Pelaksana harus seorang professional kesehatan yang berkompeten dalam prosedur dan praktek dalam pekerjaannya.
Pengetahuan dan ketrampilan dibutuhkan untuk melakukan procedure dengan aman adalah :
1) Anatomi dan fisiologi saluran gastro-intestinal bagian atas dan system pernafasan..
2) Kehati-hatian dalam procedure pemasangan dan kebijaksanaan penatalaksanaan NGT.
Pengetahuan mendalam pada pasien ( misalnya : perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat mambuat sulitnya pemasangan NGT tersebut

PERALATAN

- Slang nasogastrik (ukuran tergantung pada kebutuhan pasien)
- Pelumas/ jelly
- Spuit berujung kateter 60 ml
- Stetoskop
- lampu senter/ pen light
- klem
- Handuk kecil
- Tissue
- Spatel lidah
- Sarung tangan dispossible
- Plester
- Kidney tray
- Bak instrumen

UKURAN SELANG NASOGASTRIC

 Digunakan berbagai ukuran selang, and pemilihan ukuran yang sesuai tergantung pada tujua penggunaan dan perkiraan lama/ durasi penggunaan selang

 Selang berdiameter kecil ( 8 Fr sampai 12 Fr ), lunak, fleksible, sering digunakan untuk pasien yang membutuhkan enteral feeding untuk kurang dari 6 minggu


 NGT berdiameter besar, kurang flexible, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk feeding jangka pendek ( biasanya kurang dari 1 minggu ).

 Keuntungan NG tubes ukuran kecil dengan ukuran besar meliputi : kurang menimbulkan trauma pada mukosa nasal baik selama pemasangan maupun NG tube insitu, dan toleransi klien lebih


 Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan propilaksis untuk pencegahan gastro-oesofageal reflux dan micro-aspiration isi lambung, ke dalam jalan napas bagian bawah meskipun masih kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-komplikasi ini.

 Displacement dapat terjadi ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda dapat terlihat dari luar, dan mudah terjadi kemacetan dan melilit.
.
 Insertion of the NG tube adalah suatu procedure yang kompleks, and membutuhkan skill and keahlian sebaimana kesalahan-kesalahan penempatan dapat berakibat pada komplikasi-komplikasi .

 Selama awal pemasangan NGT, misplacement dapat meliputi respiratory tract , brain, oesophagus, peritoneum, stomach (duodenal tube) and intestine (gastric tube) .

 Upward displacement meningkatkan resiko pada pulmonary aspiration, sedangkan downward displacement meningkatkan resiko feeding intolerance jika formula atau obat-obatan diberikan melalui tubing itu.



HASIL YANG DIHARAPKAN

Klien tidak mempunyai keluhan mual atau muntah.
Klien berkurang rasa nyeri dari distensi abdomen
Distensi abdomen berkurang
Kebutuhan Nutrisi terpenuhi
Tidak terjadi aspirasi


LANGKAH PELAKSANAAN

 Cuci tangan dan atur peralatan
 Jika memungkinan, jelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
 Identifikasi kebutuhan ukuran NGT klien
 Bantu klien untuk posisi semifowler
 Posisi klien yang diperlukan :
Posisi untuk memudahkan memasukan NGT adalah semi sitting position atau high-Fowler jika tidak ada kontra indikasi (misalnya pasien dengan patah tulang belakang).
 Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominant kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri).
 Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas.
 Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien.
 Gunakan sarung tangan
 Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil

 Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih

 Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut

 Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan

 Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam

 Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.

 Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang

 Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang.

 Kurangi manipulasi atau merubah posisi klien sewaktu memasukan NGT, termasuk juga batuk atau tersedak karena bisa menyebabkan cervical injury karena manual stabilization of the head sangat diperlukan sewaktu melaksanakan prosedur.
 Stabilisasikan posisi kepala.

INITIAL CONFIRMATION OF POSITION

 Posisi tubing yang benar harus dipastikan seebelum penggunaan NGT untuk tujuan apapun. Biarkan guide wire di tempat sampai posisi
Untuk meyakinkan tubing didalam lambung sebelum cairan diberikan
Cirgin-Elliott et al (1999)
 X-Ray confirmation , harus dilakukan pada semua klien, •

Peringatan : X Ray confirmation hanya valid pada waktu X_Ray dilakukan. Warning – x-ray

Semua NGT yang telah dimasukkan, harus mempunyai X-Ray Thorax dan upper abdomen untuk konfirmasi
X-Ray harus di review oleh seorang dokter dan konfirmasi tentang posisi di catat dalam catatan medis. Kemudianm introducer dapat di removed dan aspirate di test untuk di check pH-nya. Metheny N.A.& Titler M (2001)

Testing of aspirate
 Sebelum aspirating flush the tube dengan 20 ml udara untuk membebaskan selang NGT dari zat-zat lain (gunakan syringe > 30 ml).
 Aspirate 20 mls dari tubing ( gunakan large syringe > 30ml ) and test pH dengan indicator strips.
 pH 4 atau kurang mengindikasikan gastric placement dan confirms correct positioning.

BAB IV. EVALUASI

Setelah melakukan proses keperawatan baik dari hasil pengkajian diagnosa perencananaan pemasangan NGT perlu dikaji hasil yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Pengkajian yang terus – menerus terhaap kriteria hasil yang diharapkan sehingga tercapai tindakan keperawatan yang berkualitas.
1. Tidak terjadi komplikasi aspirasi, nasal irritation, sinusitis, epistaxis, rhinorrhea, skin erosion or esophagotracheal fistula sebagai dampak dari pemasangan NGT.
2. Tingkat pengetahuan pasien dan keluarga akan bertambah, bisa diajak berkerjasama dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara utuh baik pengkajian, menentukan masalah, perencanaan, pelaksanaan juga evaluasi.
3. Kebutuhan pasien terpenuhi secara adekuat baik berupa kebutuhan nutrisi maupun cairan


Referensi:
 ADA Pocket Guide to Enteral Nutrition. American Dietetic Association, 2006.
 http://en.wikipedia.org/wiki/Nasogastric_intubation
 http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=9348
 http://dying.about.com/od/glossary/g/NG_tube.htm
 Canaby A, Evans L and Freeman ( 2002 ) Nursing care of patients with nasogastric feedingtube. British Journal of Nursing 11 (6 )
 http://www.southtees.nhs.uk/UseFiles/pages/2249.pdf
 Mallett, J & Dougherty, L (2000) Marsden Manual 5TH Ed Blackwell Science, United Kingdom
 McConnell E A (1997) Clinical Do’s and Don’ts: Inserting a Naso-gastric Tube Nursing Jan. 72
 NightingaleJ M D (2001) Insertion and Care of Enteral Feeding
Tubes. In Nightingale J M D (Ed) Intestinal Failure Greenwich Medical
Media, London
 Metheny N A et al (1998) Detection of improperly positioned feeding tubes,
Journal of Health Risk Management 18(3) p37-48
 Metheny, N A. & Titler, M. (2001) Assessing Placement of Feeding Tubes.
American Journal of Nursing 101(5)
 Payne-James, J (1995) Enteral Nutrition: Tubes and techniques of delivery.
In: Artificial Nutritional Support in Clinical Practice (Payne James, J
Grimble, G & Silk, D) p197 - 213. Edward Arnold. London
 Practical Aspects of Nutritional Supports: an Advanced Practice Guide. Saunders, 2004
 Source : http://athearobiansyah.blogspot.com/2008/06/pemasangan-slang-nasogastrik-ngt.htm
 Walley and Wong (2000) Paediatric Variations of Nursing Interventions.
Clinical Manual of Nursing Procedures, Tube feeding in children ch 21.
P680-682

Friday, January 09, 2009

DIAGNOSA NANDA (2005)

DIAGNOSA NANDA (2005)

Taxonomy II : Domains, Kelas dan Diagnosis

A. Domain I : Promosi Kesehatan

Kelas 1 : Kesadaran akan Kesehatan : Rekognisi dari fungsi normal dan kesehatan

Kelas 2 : Managemen kesehatan : identifikasi, controlling, performing dan aktifitas yang terintegrasi untuk memelihara sehat dan kesehatan

Diagnosa yang berhubungan
1. Manajemen regimen terapi efektif
2. Manajemen regimen terapi tak efektif
3. Manajemen regimen terapi keluarga tak efektif
4. Manajemen regimen terapi komuniti tak efektif
5. Perilaku mencari bantuan kesehatan
6. Pemeliharan kesehatan tak efektif
7. kerusakan pemeliharaan rumah
8. Kesiapan untuk meningkatkan Manajemen regimen terapi
9. Kesiapan untuk meningkatkan nutrisi

B. Domain 2 : Nutrisi
Aktifitas untuk mengambil, asimilasi dan menggunakan nutrient untuk keseimbangan jaringan, perbaikan jaringan dan memproduksi energi

Kelas 1 : Ingesti : mengambil makanan atau nutrient kedalam tubuh
Diagnosa yang berhubungan
1. Pola makan infant tak efektif
2. Kerusakan menelan
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
4. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
5. Risiko terhadap ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
Kelas 2 : Digesti : aktifitas fisik dan kimia yang mengubah bahan makanan menjadi substansi yang memungkinkan diabsorpsi dan dicerna

Kelas 3 : Absorpsi: kegiatan mengambil nutrisi menuju jaringan tubuh

Kelas 4 : Metabolisme :

Kelas 5 : Hidrasi : pengambilan dan absorpsi cairan dan elektrolit
Diagnosa yang berhubungan
1. Kurang volume cairan
2. Risiko untuk kurang volume cairan
3. Kelebihan volume cairan
4. Risiko untuk ketidakseimbangan volume cairan
5. Kesiapan untuk meningkatkan keseimbangan cairan


C. Domain 3: Eliminasi
Sekresi dan ekskresi terhadap produk akhir dari tubuh

Kelas 1 : Fungsi Urinari
Diagnosa yang berhubungan
1. Kerusakan eliminasi urine
2. Retensi urine
3. Inkontinesia urine total
4. Inkontinensia urine fungsional
5. Inkontinensia urine stress
6. Inkontinensia urine tak tertahankan
7. Inkontinensia refleks urine
8. Risiko Inkontinensia urine tak tertahankan
9. Kesiapan meningkatkan eliminasi urine

Kelas 2 : Fungsi Gastrointestinal
Diagnosa yang berhubungan
1. Inkontinensia usus
2. Diare
3. Konstipasi
4. Risiko untuk konstipasi
5. Konstipasi dirasakan

Kelas 3: Fungsi Integumen/Kulit

Kelas 4 : Fungsi Respirasi : proses pertukaran gas dan pengeluaran produk akhir metabolisme

Diagnosa yang berhubungan
1. Kerusakan pertukaran gas

D. Domain 4 : Aktifitas dan Istirahat
Kelas 1 : Tidur/istirahat
Diagnosa yang berhubungan
1. Gangguan pola tidur
2. Kesulitan tidur
3. Kesiapan untuk meningkatkan tidur

Kelas 2 : Aktifitas/Kegiatan : pergerakan bagian dari tubuh (mobilitas), bekerja atau menunjukkan suatu kegiatan melawan tahanan
Diagnosa yang berhubungan
1. Risiko untuk Sindrom disuse
2. Kerusakan mobilitas fisik
3. Kerusakan mobilitas di tempat tidur
4. Kerusakan mobilitas di kursi roda
5. Kerusakan kemampuan berpindah
6. Kerusakan berjalan
7. Kurang aktifitas diversional (Hiburan)
8. Kelambatan penyembuhan pembedahan
9. Perilaku tak berubah

Kelas 3 : Keseimbangan Energi : keadaan dinamis antara pemasukan dan kebutuhan
Diagnosa yang berhubungan
1. Gangguan bidang energi
2. Kelemahan

Kelas 4 : Respon Kardiovaskuler/Pulmoner
Diagnosa yang berhubungan
1. Penurunan Curah Jantung
2. Kerusakan Ventilasi Spontan
3. Pola Nafas Takefektif
4. Aktifitas intoleran
5. Rsiko terhadap aktifitas intoleran
6. Disfungsi respon penyapihan ventilator
7. Perfusi jaringan takefektif (Spesifik : renal, cerebral, kardiopulmoner, gastrointestinal, perifer)

Kelas 5 : Perawatan Diri
Diagnosa yang berhubungan
1. Kurang perawatan diri : Berpakaian/berhias
2. Kurang perawatan diri : Mandi/hygiene
3. Kurang perawatan diri : Makan
4. Kurang perawatan diri : Toileting

E. Domain 5 : Persepsi/Kognisi
Kelas 1 : Perhatian
Diagnosa yang berhubungan
1. Pengabaian unilateral

Kelas 2 : Orientasi
Diagnosa yang berhubungan
1. Sindrom kerusakan interpretasi lingkungan
2. Wandering

Kelas 3 : Sensasi/Persepsi
Diagnosa yang berhubungan
1. Gangguan sensori persepsi (spesifikkan : visual, auditory, kinestetik, gustatori, taktil)

Kelas 4 : Kognisi
Diagnosa yang berhubungan
1. Kurang pengetahuan (spesifikkan)
2. Kesiapan untuk meningkatkan pengetahuan (spesifikkan)
3. Kebingungan akut
4. Kebingungan kronik
5. Kerusakan memori
6. Gangguan proses fikir

Kelas 5 : Komunikasi
Diagnosa yang berhubungan
1. Kerusakan komunikasi verbal
2. Kesiapan untuk meningkatkan komunikasi


F. Domain 6 : Persepsi – Diri : kesadaran akan diri
Kelas 1 : Konsep Diri
Diagnosa yang berhubungan
1. Gangguan identitas diri
2. Kelemahan
3. Risiko terhadap ketidakberdayaan
4. Ketidakberdayaan
5. Risiko terhadap kesepian
6. Kesiapan untuk meningkatkan konsep diri

Kelas 2 : Harga – Diri
Diagnosa yang berhubungan
1. Harga diri rendah kronik
2. Harga diri rendah situasional
3. Risiko terhadap harga diri rendah situasional

Kelas 3 : Citra Tubuh : pencitraan diri sendiri secara mental
Diagnosa yang berhubungan
1. Gangguan citra tubuh

G. Domain 7 : Hubungan Peran : hubungan positif dan negatif antara individu dan kelompok

Kelas 1: Peran Pemberi Asuhan
Diagnosa yang berhubungan :
1. Ketegangan pemberi asuhan
2. Risiko terhadap ketegangan pemberi asuhan
3. Kerusakan peran orang tua
4. Risiko Kerusakan peran sebagai orang tua
5. Kesiapan untuk meningkatkan peran sebagai orang tua

Kelas 2 : Hubungan Keluarga
Diagnosa yang berhubungan
1. Hambatan proses keluarga
2. Kesiapan meningkatkan proses keluarga
3. Disfungsi proses keluarga : alkoholisme
4. Risiko terhadap kerusakan kedekatan orang tua/anak

Kelas 3 : Penampilan Peran
Diagnosa yang berhubungan
1. Menyusui efektif
2. Menyusui tak efektif
3. Menyusui terganggu
4. Penampilan peran tak efektif
5. Konflik peran orang tua
6. Kerusakan interaksi sosial


H. Domain 8 : Seksualitas
Kelas 1 : Identitas Seksual

Kelas 2 : Fungsi Seksual
Diagnosa yang berhubungan
1. Disfungsi seksual
2. Pola seksualitas tak efektif

Kelas 3 : Reproduksi


I. Domain 9 : Koping/Toleransi Terhadap Stress
Kelas 1 : Respon Post-trauma
Diagnosa yang berhubungan
1. Sindrom stres relokasi
2. Risiko terhadap Sindrom stres relokasi
3. Sindrom trauma perkosaan
4. Sindrom trauma perkosaan : Reaksi diam
5. Sindrom trauma perkosaan : Reaksi gabungan
6. Sindrom post-trauma
7. Risiko Sindrom post-trauma


Kelas 2 : Respon Koping
Diagnosa yang berhubungan
1. Ketakutan
2. Kecemasan
3. Kecemasan akan kematian
4. Berduka kronik
5. Mengingkari tak efektif
6. Berduka antisipasi
7. Disfungsi berduka
8. Kerusakan penilaian
9. Koping tak efektif
10. Ketidakmampuan koping keluarga
11. Koping keluarga kompromi
12. Koping defensif
13. Koping komunitas tak efektif
14. Kesiapan untuk meningkatkan koping (individual)
15. Kesiapan untuk meningkatkan koping keluarga
16. Kesiapan untuk meningkatkan koping komuniti
17. Risiko terhadap disfungsi berduka

Kelas 3 : Neurhobehavioural Stress : respon perilaku yang melibatkan fungsi saraf dan otak
1. Disrefleksi otonom
2. Risiko untuk Disrefleksi otonom
3. Perilaku bayi takteratur
4. Risiko untuk Perilaku bayi takteratur
5. Kesiapan untuk meningkatkan Keteraturan perilaku bayi
6. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial


J. Domain 10 : Prinsip Hidup
Kelas 1 : Nilai

Kelas 2 : Kepercayaan
Diagnosa yang berhubungan
1. Kesiapan untuk meningkatkan kesehatan spiritual

Kelas 3 : Nilai/Kepercayaan/Kesesuaian Tindakan
Diagnosa yang berhubungan
1. Distress spiritual
2. Risiko untuk distress spiritual
3. Konflik memutuskan (Spesifikkan)
4. Tidak terpenuhinya (Spesifikkan)
5. Risiko untuk kerusakan beragama
6. Kerusakan Beragama
7. Kesiapan untuk meningkatkan beragama

K. Domain 11 : Keamanan/Proteksi : terbebas dari bahaya, kecelakaan fisik atau kerusakan sistem imun.
Kelas 1 : Infeksi
Diagnosa yang berhubungan
1. Risiko terhadap infeksi

Kelas 2 : Cedera Fisik
Diagnosa yang berhubungan
1. Kerusakan membran mukosa oral
2. Risiko terhadap cedera
3. Risiko terhadap cedera posisi perioperasi
4. Risiko terjatuh
5. Risiko terhadap trauma
6. Kerusakan integritas kulit
7. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit
8. Kerusakan integritas jaringan
9. Kerusakan pertumbuhan gigi
10. Risiko kekurangan nafas
11. Risiko aspirasi
12. Bersihan jalan nafas tak efektif
13. Risiko terhadap disfungsi neurovaskular perifer
14. Proteksi tak efektif
15. Risiko terhadap sindrom kematian bayi

Kelas 3 : Kekerasan
Diagnosa yang berhubungan
1. Risiko untuk mutilasi diri
2. Mutilasi diri
3. Risiko untuk mencederai orang lain
4. Risiko untuk mencederai diri sendiri
5. Risiko bunuh diri

Kelas 4 : Bahaya Lingkungan
Diagnosa yang berhubungan
1. Risiko keracunan

Kelas 5 : Proses Defensif
Diagnosa yang berhubungan
1. Respon alergi getah
2. Risiko terhadap alergi getah

Kelas 6 : Thermoregulasi
Diagnosa yang berhubungan :
1. Risiko terhadap ketidakseimbangan suhu tubuh
2. Termoregulasi tak efektif
3. Hipotermi
4. Hipertermi

L. Domain 12 : Kenyamanan
Kelas 1 : Kenyamanan Fisik
Diagnosa yang berhubungan
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronik
3. Mual

Kelas 2 : Kenyamanan Lingkungan

Kelas 3 : Kenyamanan Sosial
Diagnosa yang berhubungan
1. Isolasi Sosial


M. Domain 13 : Pertumbuhan/Perkembangan
Kelas 1 : Pertumbuhan
Diagnosa yang berhubungan
1. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
2. Risiko terhadap pertumbuhan tidak proporsional
3. Kegagalan pertumbuhan dewasa

Kelas 2 : Perkembangan
Diagnosa yang berhubungan
1. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
2. Risiko untuk perkembangan terhambat
PROFESIONALISME PERAWAT DALAM PENGOBATAN

Pubished and edited by :
Sudiryo ( NPM> 220111080041 )

Presented by KELOMPOK V Kuliah Antropologi
Authors:
1. Hamra Yulizar (NPM : 220111080027)
2. Sudiryo Suwarno (NPM : 220111080041)
3. Wahidno (NPM : 220111080038)
4. Ekawati Prasetya (NPM : 220111080029)


UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
2008/2009

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...1
DAFTAR ISI ...2
I. PENDAHULUAN ...3
1. Pengertian Perawat Profesional ...3
2. Pengertian praktik keperawatn professional ...3
II. TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT DALAM PRAKTEK ...4
1. Menjalankan pesanan dokter dalam hal medis ...4
2. Melaksanakan intervensi keperawatan mandiri ...5

III. TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT PERAWAT DALAM PENGOBATAN ...5
A. Tanggung jawab perawat secara umum ...5
B. Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan ...6

IV. ENAM HAL YANG BENAR DALAM PEMBERIAN OBAT ...7
V. HAK – HAK KLIEN DALAM PEMBERIAN OBAT ...9
1. Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat ...10
2. Hak Klien untuk Menolak Pengobatan ...10
VI. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN ...10
1. Pengkajian ...10
2. Perencanaan ...11
3. Intervensi ...12
4. Dokumentasi dan Evaluasi ...13
VII. KESIMPULAn ...14
DAFTAR PUSTAKA ...15


JUDUL : PROFESIONALISME PERAWAT DALAM PENGOBATAN

I. PENDAHULUAN

1. Pengertian Perawat Profesional

Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan (Virginia Handerson, 1958)

Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehidupan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986)

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat – obatan yang aman .
Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan .
Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien .
Sekali obat telah diberikan , perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia ( DOI ) , Physicians‘ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia , seperti ahli farmasi , harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan , kontraindikasi , dosis , efek samping yang mungkin terjadi , atau reaksi yang merugikan dari pengobatan ( Kee and Hayes, 1996 ).

2. Pengertian praktik keperawatn professional
Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN)
Praktik keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972
Praktik keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA)

Definisi Praktik Keperawatan Profesional adalah :
Tindakan Mandiri Perawat Profesional Melalui Kerjasama Dengan : Klien, Tenaga Kesehatan Lain Sesuai Dengan , Wewenang Tanggung Jawab, Menggunakan Pendekatan Proses Keperawatan Yang Dinamis.

Karakteristik Praktik Keperawatan Profesional :
1.Otoritas
2.Akuntabilitas
3.Independent Decision Making
4.Collaboration
5.Advocacy Fasilitation


II.TANGGUNG JAWAB HUKUM PERAWAT DALAM PRAKTEK

Dalam tatanan klinis pada dasarnya ada 2 jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat yaitu tindakan yang dilakukan berdasarkan pesanan dokter dan tindakan yang dilakukan secara mandiri.
Tindakan yang berdasarkan pesanan dokter tidak dapat sepenuhnya secara hukum dibebankan kepada perawat sedangkan tindakan mandiri sepenuhnya dapat dibebankan pada perawat.

1.Menjalankan pesanan dokter dalam hal medis
Becker (1983) mengemukakan 4 hal yang harus ditanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum :

a.Tanyakan setiap pesanan yang diberikan dokter
Jika pasien yang telah menerima injeksi i.m memberitahu perawat bahwa dokter telah mengganti pesanan dari obat injeksi ke obat oral, maka perawat harus memeriksa kembali pesanan sebelum memberikan obat.

b.Tanyakan setiap pesanan bila kondisi pasien telah berubah
Perawat bertanggung jawab untuk memberitahu dokter tentang setiap perubahan kondisi pasien. Misalnya bila seorang pasien yang menerima infus intravena tiba-tiba mengalami peningkatan kecepatan denyut nadi, nyeri dada dan batuk, perawat harus segera memberitahu dokter dan menanyakan kelanjutan pengaturan kecepatan tetesan infus.

c.Tanyakan dan catat pesanan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi.
Catat waktu/jam, tanggal, nama dokter, pesanan, keadaan yang harus diberitahukan dokter, baca kembali pesanan kepada dokter dan catat bahwa dokter telah menyepakati pesanannya seaktu diberikan.

d.Tanyakan pesanan, terutama bila perawat tidak pengalaman.
Hal ini memberikan tambahan tanggung jawab perawat dalam melatih diri membuat keputusan sewaktu melaksanakannya. Bagi perawat yang merasa tidak berpengalaman harus minta petunjuk baik dari perawat senior maupun dokter.

2.Melaksanakan intervensi keperawatan mandiri

a.Ketahui pembagian tugas mereka. Ini memudahkan perawat untuk berfungsi sesuai dengan tugas dan tahu apa yang diharapkan dan tidak diharapkan.
b.Ikuti kebijaksanaan dan prosedur yang ditetapkan ditempat kerja
c.Selalu identifikasi pasien, terutama sebelum melaksanakan intervensi utama.
d.Pastikan bahwa obat yang benar diberikan dengan dosis, waktu dan pasien yang benar.
e.Lakukan setiap prosedur secara tepat.
f.Catat semua pengkajian dan perawatan yang diberikan dengan cepat dan akurat.
g.Catat semua kecelakaan yang mengenai pasien. Catatan segera memudahkan untuk tetap melindungi kesejahteraan pasien, menganalisa mengapa kecelakaan terjadi dan mencegah pengulangan kembali.
h.Jalin dan pertahankan hubungan saling percaya yang baik dengan pasien.
i.Pertahankan kompetisi praktek keperawatan. Dengan tetap belajar, termasuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan klinis perkembangan jaman.
j.Mengetahui kekuatan dan kelemahan perawat.
k.Sewaktu mendelegasikan tanggung jawa keperawatan, pastikan orang yang diberi delegasi tugas mengetahui apa yang harus dikerjakan dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan.
l.Selalu waspada saat melakukan intervensi keperawatan dan perhatikan secara penuh setiap tugas yang dilaksanakan.

III.TANGGUNG JAWAB DAN TANGGUNG GUGAT PERAWAT DALAM PENGOBATAN

Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat.
Pada saat memberikan obat perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan pasien akan obat tersebut, memberikannya dengan aman dan benar dan mengevaluai respons pasien terhadap obat tersebut.
Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam bertindak akan mendapatkan kepercayaan dari pasien karena melaksanakan tugas berdasarkan kode etiknya.

A.Tanggung jawab perawat secara umum :

1.Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya.
2.Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat ditempat tersebut.
3.Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
4.Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan memberi informasi yang biasanya diberikan oleh dokter.
5.Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada orang yang tepat.

Tanggung gugat (akuntabilitas) ialah mempertanggungjawabkan prilaku dan hasil-hasilnya yang termasuk dalam lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan periodik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya.
Perawat bertanggunggugat terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan mayarakat.
Jika seorang perawat memberikan dosis obat yang salah kepada pasien, maka ia dapat digugat oleh pasien yang menerima obat tersebut, dokter yang memberikan instruksi, pembuat standar kerja dan masyarakat.
Agar dapat bertanggung gugat perawat harus bertindak berdasarkan kode etik profesinya.
Akuntabilitas dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas perawat dalam melakukan praktek.
Akuntabilitas bertujuan untuk :

1.Mengevaluasi praktisi-praktisi profesional baru dan mengkaji ulang praktisi-prakstisi yang sudah ada.
2.Mempertahankan standar perawatan kesehatan
3.Memberikan fasilitas refleksi profesional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari profeional perawatan kesehatan
4.Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.

B.Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan

1.Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan data/informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.
Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data atau data yang bertentangan, data yang tidak/kurang tepat atau data yang meragukan.

2. Tahap diagnosa keperawatan
Diagnosa merupakan keputusan profesional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial.
Perawat bertanggunggugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostik.
Masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakah diakui oleh pasien atau hanya perawat.
Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasan/kebudayaan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan.
Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat untuk mempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.

3. Tahap perencanaan
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.
Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi : penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatn. Langkah ini semua disatukan kedalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien. Pada tahap ini perawat juga bertanggunggugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertibangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.

4. Tahap implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang lain, perawat tersebut harus masih tetap bertanggung gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan pendelegasiannya itu sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang mengapa kegiatan tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk melakukan kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu dilaksanakan. Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.

5. Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan. Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa ?


IV.ENAM HAL YANG BENAR DALAM PEMBERIAN OBAT

Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman , seorang perawat harus melakukan enam hal yang benar : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, route yang benar, dan dokumentasi yang benar.

Pada waktu lampau, hanya ada lima hal yang benar dalam pemberian obat. Tetapi kini ada hal keenam yang dimasukkan yaitu dokumentasi. Dua hal tambahan klien juga dapat ditambahkan : hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat, hak klien untuk menolak penggunaan sebuah obat.

Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarang atau tidak berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap klien pada setiap kali pengobatan. Pada keadan gelang identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas klien sebelum setiap obat diberikan.

Dalam keadaan dimana klien tidak memakai gelang identifikasi (sekolah, kesehatan kerja, atau klinik berobat jalan), perawat juga bertanggung jawab untuk secara tepat mengidentifikasi setiap orang pada saat memberikan pengobatan.

Obat yang benar berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam.
Komponen dari perintah pengobatan adalah :
1. tanggal dan saat perintah ditulis,
2. nama obat,
3. dosis obat,
4. rute pemberian,
5. frekuensi pemberian, dan
6. tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan.

Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and Hayes, 1996 ).

Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada saat melihat botol atau kemasan obat, (2) sebelum menuang / mengisap obat dan (3) setelah menuang / mengisap obat. Perawat harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin, quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst.

Dosis yang benar adalah dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut : (1) tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta), (2) dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus dipertimbangkan, misalnya 3 mg/KgBB/hari.

Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.

Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ), t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½ ) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu . Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan ( Kee and Hayes, 1996 ; Trounce, 1997)

Implikasi dalam keperawatan mencakup :

1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan ½ jam sebelum atau sesudah waktu yang tertulis dalam resep.
2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, sebelum makan
3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut ( mukosa lambung ) bersama-sama dengan makanan.
4. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan kontraindikasi pemberian obat.
5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke apotik ( tergantung peraturan ).
6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam ( misalnya setiap 8 jam bila di resep tertulis t.i.d ) untuk menjaga kadar darah terapeutik.

Rute yang benar perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah (1) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ; (2) sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ; (3) topikal ( dipakai pada kulit ) ; (4) inhalasi ( semprot aerosol ) ; (5)instilasi ( pada mata , hidung , telinga , rektum atau vagina ) ; dan empat rute parenteral : intradermal, subkutan , intramuskular , dan intravena.

Implikasi dalam keperawatan termasuk :

1. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat – obat per oral
2. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat. Teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral .
3. Berikan obat- obat pada tempat yang sesuai .
4. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.

Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan . Ini meliputi nama obat , dosis , rute , waktu dan tanggal , inisial dan tanda tangan perawat . Respon klien terhadap pengobatan perlu di catat untuk beberapa macam obat seperti (1) narkotik – bagaimana efektifitasnya dalam menghilangkan rasa nyeri – atau (2) analgesik non-narkotik, (3) sedativa, (4) antiemetik (5) reaksi yang tidak diharapkan terhadap pengobatan, seperti irigasi gastrointestinal atau tanda – tanda kepekaan kulit. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat itu kembali karena ia berpikir obat itu belum diberikan (Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes, 1996 ).


V.HAK – HAK KLIEN DALAM PEMBERIAN OBAT

1. Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat. Hak ini adalah prinsip dari memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi ( Informed concent ) , yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan .

2. Hak Klien untuk Menolak Pengobatan. Klien dapat menolak untuk pemberian suatu pengobatan . Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan , jika memungkinkan , alasan penolakan dan mengambil langkah – langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan . Jika suatu pengobatan dtolak , penolakan ini harus segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter harus diberitahu jika pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan klien, seperti dalam pemberian insulin. Tindak lanjut juga diperlukan jika terjadi perubahan pada hasil pemeriksaan laboratorium , misalnya pada pemberian insulin atau warfarin ( Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes, 1996 ).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan ketrampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.


VI.ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN
Pengkajian
Pengkajian sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan efektivitas dan mengidentifikasi efek lain dari obat yang diberikan. Terutama bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti perubahan kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan istirahat. Perlu juga diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.
Pengkajian keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat dahulu, dengan atau tanpa resep dan obat tradisional. Perawat juga perlu mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien. Pastikan tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada tubuh klien. Lakukan evaluasi terhadap kemampuan klien mengkonsumsi obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan dengan prinsip hidup dan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan pengobatan yang diberikan, apakah pengobatan tersebut dapat melukai klien atau tidak.
Indikator Pengkajian :
• Diagnosa medis, penyakit atau masalah kesehatan pada klien.

• Riwayat putus obat atau pemakaian obat-obatan (termasuk alergi dan toleransi terhadap obat).
• Jumlah dan jenis obat yang pernah dikonsumsi (termasuk diantaranya adalah obat bebas dan tradisional).
• Jangka waktu pemakaian obat.
• Periode terakhir dari evaluasi pemberian obat yang diresepkan oleh tenaga medis yang terkait.
• Instruksi yang diberikan tentang cara pemberian obat.
• Kesalahan pada resep obat.
• Cara penyimpanan obat
• Efek yang diharapkan dari obat
• Efek non terapi yang mungkin timbul
• Status nutrisi dan fungsi kognitif, sensori dan afektif.
• Masalah tehnis berkaitan dengan penggunaan obat (sulit membaca label obat, tidak dapat mengkonsumsi obat dengan mandiri / harus dibantu orang lain)
• Riwayat kehamilan dan menyusui (untuk klien wanita).

Perencanaan

Pencegahan
Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :
• Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini dilakukan untuk menghindari pemberian obat yang dapat mempengaruhi efek obat yang telah diberikan sebelumnya.

• Diet makanan dan cairan klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien. Untuk klien yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan diperintahkan NPO, maka perawat harus mengingatkan klien untuk menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada tim medis obat pengganti untuk klien.


• Hasil pemeriksaan laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi dan non terapi). Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena, elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level leukosit / trombosit, serum kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).

• Lakukan pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan pengkajian dengan cepat meliputi kemampuan klien untuk menerima obat yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan (PO), kondisi pembuluh darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah), massa otot (IM), tanda-tanda vital (TD/N/RR/S),


Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :
• Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
• Berkolaborasi dengan tim medis dan farmacist untuk bersama-sama membuat strategi untuk meminimalkan efek non terapi yang mungkin timbul pada klien.
• Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang diberikan, makanan, dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan pencatatan sederhana terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala yang mungkin timbul pada reaksi tubuh terhadap efek obat.




Dokumentasi dan Evaluasi

Kriteria evaluasi :
• Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
• Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
• Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.


Dokumentasi :
• Nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
• Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.
Implementasi dan Tindak Lanjut
Tindak lanjut atau monitoring yang dapat dilakukan adalah :

• Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada klien.
• Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
• Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul terkait pengobatan.
• Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien yang berhubungan dengan kebiasaan klien yang timbul setelah pengobatan dilakukan.
• Berikan pendidikan kesehatan untuk mendorong pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi regimen / tata laksana pengobatan yang telah ditetapkan.


Penggunaan Obat Dirumah

Tipe pengobatan
Medikasi yang diberikan secara per oral, intra vena / infuse merupakan jenis medikasi yang dapat diberikan pada klien walaupun klien tidak berada lagi di rumah sakit. Perawat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan yang tersedia di lingkungan tempat tinggal klien untuk bersama-sama mengawasi pengobatan yang dilakukan dirumah.

Pengaturan medikasi yang digunakan
Pengaturan yang penting untuk dilakukan adalah membuat dosis dan jadwal pengobatan yang sesuai dengan aktivitas klien di rumah (misalnya waktu tidur dan makan). Pada beberapa klien terutama lansia, perawat harus membantu klien agar tidak lupa untuk minum obat, misalnya dengan memisahkan dosis pada kemasan sekali pakai atau amplop-amplop yang tersedia untuk obat selama 1 hari.

Kesalahan pada Medikasi
Kesalahan yang sering timbul pada regimen medikasi antara lain disebabkan oleh :

• Medikasi tidak sesuai dengan instruksi
• Instruksi pemberian tidak sesuai dengan kondisi klien
• Dokumentasi pengobatan tidak dapat merefleksikan regimen pengobatan yang sedang dilakukan sehingga menimbulkan persepsi yang salah tentang pengobatan.
• Salah dalam memberikan dosis, tidak tepat waktu, salah cara pemberian, salah klien, dan salah obat yang diberikan

VII. KESIMPULAN

Dalam Pemberian Pengobatan kepada Patient ada beberapa hal yang harus di perhatikan :

1. Mengetahui Komponen dari perintah pengobatan (mengetahui “Enam prinsip pemberian Obat”)
2. Tanggung jawab dalam setiap tahap proses Perawatan dari Pengkajian sampai Evaluasi. (Profesionalisme Perawat)
3. Hak-hak dari pasient dalam pemberian pengobatan harus di perhatikan.


Daftar Pustaka
1. Kozier, Erb, Olivieri, (1990) Fundamental of Nursing, Fourth Editions, Addison Wesley co, California, Redwood City,
2. Priharjo, R. (1993), Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, Jakarta, EGC
3. Kee,J.L, Hayes,E.R, (1997), Pharmacology a Nursing Process Approach, Philadelphia, WB Saunders co
4. Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
5. Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.
6. http://fikunpad.unpad.ac.id/?p=135


Ada tambahan ? Apakah sudah cukup materi mengenai Profesionalisme Perawat Dalam Pengobatan?
Bila ada silahkan tinggalkan komentar/pesan..