Asfiksia neonatarum adalah merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengemvangan paru - paru. Proses terjadinya asfiksia neonatarum ini dapat terjadi pada masa kehamilan , persalinan atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak faktor yang menyebabkan nya diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiki tinggi kehamilan, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusioa plasenta atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadinya kelainan pada tali pusat yang melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.
Faktor persalinan juga sangat penting dalam menentukan terjadinya asfiksia atau tidak seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu, hal ini dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatarum. comments? critics? suggestions or additions?
E-Learning Keperawatan
This Blog gives all information / News about Nurses, Nursing, Nursing science, Nursing profession, Nursing Professionalisme, Nursing Degree, Nursing Education, Nursing Arts, Nursing knowlegde, Nursing Jobs, Nursing Issues, Nursing Procedures, Nursing Care, Nursing Organization, Nurses' Websites, Nurses' Blogs, Nurses' Images, Nurses' Opinion, etc... All about Nurses and Nursing...
Thursday, October 21, 2010
Friday, October 01, 2010
GRADUATION CEREMONY UNPAD - KUWAIT
1. Asep maekel S.Kep,
2. Bisri Mustofa S.Kep,
3. Dudih Hidayat S.Kep,
4. Ekawati Prasetya Mabruroh S.Kep,
5. Hamra Yulizar S.Kep,
6. Iin Inardi S.Kep,
7. Noerlaeli S.Kep,
8. Mahfud Almahdali S.Kep,
9. Retno Dwi Rohaniyati S.Kep,
10. Sandi Effendi S.Kep,
11. Sardi S.Kep,
12. Sudiryo S.Kep,
13. Ulul Azmi Iswahyudi S.Kep,
14. Toni Ismarsudi S.kep
15. Vefi Agustin S.Kep
16. Ridwan J S.Kep
17. Anang Rachyudi,
18. Antok Hermawan,
19. Rinta Dewi Bangun,
20. Eko Priyanto,
21. Luzni Novita Lestari S.Kep
22. Wahidno S.Kep
23. David Maulana Abdillah S.Kep
24. Hernawati Husair S.kep
any comments? critics? suggestions or additions?
Wednesday, August 04, 2010
PRINSIP PERAWATAN ATRAUMATIK CARE
Untuk mencegah terjadinya trauma pada anak dalam hospitalisasi perlu diperhatikan dampak dari tindakan yang di berikan perawat dengan melihat prosedur tindakan atau aspek lain yang kemungkinan akan menimbulkan trauma. Untuk mencapai perawatan tersebut ada beberapa prinsip yang perlu dilakukan oleh perawat yaitu
ny comments? critics? suggestions or additions?
- Mencegah dampak perpisahan dari keluarga, karena dapat mengakibatkan gangguan psikologis seperti kecemasan ,ketakutan, kurangnya kasih sayang. Gannguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Mmeningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak. Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati - hati dalam melakukan aktivitas sehari - hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
- Mencegah atau mengurangi injuri dan nyeri. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat di kurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anka sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang makan kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian indak kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondiis anak.
- Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa akan dapat meningkatkan keceriaan , merasa aman dan nyaman bagi lingkungan anak sehinggak anak dapat berkembang dengan baik.
ny comments? critics? suggestions or additions?
Saturday, July 24, 2010
ATRAUMATIK CARE PADA ANAK
Masa anak - anak adalah suatu periode yang unik karena memiliki kebutuhan psikologis, pendidikan serta kondisi fisik yang khas dan jelas berbeda dengan orang dewasa. Perawat anak tentunya berbeda dengan perawat dewasa karena tidak semua perawat dewasa bisa bertugas di ruang anak. Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga ( family center care ), pencegahan terhadap trauma ( atraumatik care) dan manajemen kasus.
Atraumatik care yang di maksud disini adalah perawatan ( hospitalisasi) yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut di fokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Sebagai perawat anak di perlukan keahlian khusus karena harus memberikan perhatian khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang. Hal ini sangat penting karena jangan sampai proses tumbuh kembang anak terhambat.
Ada beberapa hal yang sering di jumpai masyarakat seperti pristiwa yang dapat menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri dan lain - lain. Jika hal tersebut dibiarkan bisa berdampak buruk bagi anak yang bisa menyebabkan dampak psikologis. Dengan demikian atraumatik care sebagai perawatan terapeutik dapat di berikan pada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang di berikan seperti tidak perlunya menunjukkan jarum suntik kepada anak atau menggunakan uniform yang berbeda dari umumnya. Karena anak - anak yang sering hospitalisasi biasanya sangat familiar dengan seragam putih - putih. Begitu melihat pakaian putih - putih maka si anak akan langsung menjerit dan menangis ketakutan. Disinilah di perlukan atraumatik care pada anak.
any comments? critics? suggestions or additions?
Atraumatik care yang di maksud disini adalah perawatan ( hospitalisasi) yang tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga. Perawatan tersebut di fokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Sebagai perawat anak di perlukan keahlian khusus karena harus memberikan perhatian khusus kepada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang. Hal ini sangat penting karena jangan sampai proses tumbuh kembang anak terhambat.
Ada beberapa hal yang sering di jumpai masyarakat seperti pristiwa yang dapat menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri dan lain - lain. Jika hal tersebut dibiarkan bisa berdampak buruk bagi anak yang bisa menyebabkan dampak psikologis. Dengan demikian atraumatik care sebagai perawatan terapeutik dapat di berikan pada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang di berikan seperti tidak perlunya menunjukkan jarum suntik kepada anak atau menggunakan uniform yang berbeda dari umumnya. Karena anak - anak yang sering hospitalisasi biasanya sangat familiar dengan seragam putih - putih. Begitu melihat pakaian putih - putih maka si anak akan langsung menjerit dan menangis ketakutan. Disinilah di perlukan atraumatik care pada anak.
any comments? critics? suggestions or additions?
Thursday, April 30, 2009
FLU BABI
Kembali dunia di goncang dengan kasus flu babi, belum berakhir lagi kasus flu burung. Boleh dikatakan 10 tahun terakhir ini dunia dilanda terus menerus oleh berbagai macam penyakit yang menjadi epidemik mulai dari SARS, di ikuti flu burung dan sekarang flu babi.
Seperti biasa kembali rumah sakit Infectious diseases hospital Kuwait siaga satu. Segala persiapan dilakukan untuk menyambut pasien flu babi, yang gejalanya boleh dikatakan sama dengan flu burung yaitu demam yang tinggi, badan lemas dan ada histori dari mengadakan perjalanan dari negara meksiko, karena negara ini pertama kali di ketemuakn flu babi. Jadi siapa saja yang ada singgah dinegara yang terkena penyakit flu babi seperti meksiko , dan amerika akan di isolasi.
any comments? critics? suggestions or additions?
Seperti biasa kembali rumah sakit Infectious diseases hospital Kuwait siaga satu. Segala persiapan dilakukan untuk menyambut pasien flu babi, yang gejalanya boleh dikatakan sama dengan flu burung yaitu demam yang tinggi, badan lemas dan ada histori dari mengadakan perjalanan dari negara meksiko, karena negara ini pertama kali di ketemuakn flu babi. Jadi siapa saja yang ada singgah dinegara yang terkena penyakit flu babi seperti meksiko , dan amerika akan di isolasi.
any comments? critics? suggestions or additions?
Wednesday, April 01, 2009
RESIGNATION FORMALITIES FOR NURSES IN KUWAIT
If you are a nurse who is working in Kuwait and planning to process resignation formality,there are two ways you can do your formalities. Firs, you can pay somebody to process your paper in ministry of health. This way is good for you because you will not be confused and tired going to so many ways. Another way you can do by yourself.
At least 2 weeks before the start of 3 months plan of resignation. Submit your letter of resignation to the nursing director , you can apply all balance leave before or after your planned resignation date.
At least allow 2 months to process your clearances and other papers before your exit flight.
CLEARANCES NEEDED :
In Resignation section, submit all complete clearances to Ministry of Health , to process your ticket and civil formalities.
any comments? critics? suggestions or additions?
At least 2 weeks before the start of 3 months plan of resignation. Submit your letter of resignation to the nursing director , you can apply all balance leave before or after your planned resignation date.
At least allow 2 months to process your clearances and other papers before your exit flight.
CLEARANCES NEEDED :
- Ministry Of Energy ( South Surra, beside where civil ID is being taken), same day to claim.
- Ministry Of Communication ( your area covered by such service include in your clearance letter that "zero line" is cut off or if you do not have such line, specify clearly. Same day to claim.
- Ministry Of Interior In Jabriya, 2 days to claim
- Bank ( depends on your standing / commitments) 2 days to claim.
- Housing ( hostel / live out ), same day to claim.
- Hospital Clearance, 2-3 days to claim. Experience certificate : ask request letter from nursing director ; submit to Matron Fauziah's secretary in Sabah Finance, letter will be issued by matron Fauziah's secretary to be sent to ministry of health 2-3 days to claim.
- After bank clearance, submit to sabah finance with one paper starting your salary and allowance that shall be given by the ministry of health, same day to claim.
In Resignation section, submit all complete clearances to Ministry of Health , to process your ticket and civil formalities.
- Cancelling of visa ( 2 pictures ), 3 days.
- Civil service ( 10 days )
- Settlements claims
any comments? critics? suggestions or additions?
Friday, March 27, 2009
BACTERIA LEARN FROM OUR MISTAKE
What are antibiotics?
- Antibiotics , also known as antimicrobial drugs, are chemical tha inactive or damage bacteria but they are not effective against viruses.
- Until the 1940s, when antibiotics were discovered , people with infections such as tuberculosis , pneumonia and sexually transmitted diseases often died because the treatments were not effective.
- After their discovery, antibiotics transformed medical care and dramatically reduced illness and death from infectious diseases. They have been hailed as miracle drugs magic bullets.
any comments? critics? suggestions or additions?
Sunday, March 01, 2009
Between Nurse and Nurser
Dear Viewers, Nursers, Leaders in Nursing and Manager in Nursing Science.
Istilah nurse diterjemahkan sebagai merawat dan sekaligus diterjemahkan sebagai perawat. mengapa demikian??
Didalam bahasa inggris selalu ada huruf -r/-or merujuk sebagai orang/benda yang mempunyai keahlian melakukan sesuatu. Kenapa nurser tidak dipakai sebagai orang yang mempunyai keahlian merawat?? Kata dalam bahasa inggris yang aneh !!!
Kata NURSE yang diartikan sebagai 'perawat' seolah berarti tidak mempunyai keahlian / science. Sebagaimana seorang ibu yang mampu merawat anaknya, sebagai bagian dari tugas nursing. Seolah pekerjaan nurser itu sederhana, bahkan sangat sederhana sampai-sampai seorang ibu tanpa pendidikan ilmu nursing, yang merawat anaknya dikatakan mampu merawat anaknya sebagai bagian tugas keperawatan sebagaimana seorang perawat dalam melakukan perawatan meskipun tidak mendapat ilmu tentang merawat anak Bani Adam yang sedang sakit.
Serendah itukah image sebagian masyarakat menilai keperawatan? Sehingga ada penghargaan yang kurang dari masyarakat.
Kita lihat telaahnya berikut...
Para ahli bahasa inggris banyak melakukan kajian kata yang tepat dalam bahasa, tata bahasa dll.. kecualu satu kata yang ini: NURSE, luput atau sengaja diluputkan dari perhatian ahli-ahli bahasa inggris.
Kalau diambil dari kata bahasa inggris lain, misalnya lead ( memimpin ) tidak bisa diterjamahkan sebagai pemimpin, melainkan dengan terjemahan leader ( pemimpin ). Pemimpin diartikan sebagai orang yang mempunyai kemampuan memimpin, berbeda kalau seseorang sebagai lead, sebagaimana nurse, tidak dapat diartikan mempunyai kemampuan memimpin, namun diartikan jika seseorang sebagai lead, dia sebagai lead oleh karena suatu keadaan yang mamaksa karena tidak ada leader / pemimpin. Dan pemimpin tidak bisa kita panggil sebagai lead sebagaimana panggilan buat perawat yang hanya nurse, bukan nurser.
Kata lain bisa kita ambil sebagai kata kerja manage ( mengatur ), dan terjemahan pengatur / yang mengurusi tentang management adalah manager ( pengatur ).
Bandingkan:
Bandingkan pula dengan kata supervisor ( pengawas )= Orang yang melekukan tugas pengawasan.
Bandingkan pula dengan kata lawyer ( pengacara )= orang yang berprofesi sebagai pembela/penuntut hukum.
bandingkan pula dengan profesi engineer ( insinyur ) = orang yang mempunyai keahlian dalam permesinan
bersambung.....
punya comments? kritikan? saran/tambahan?
any comments? critics? suggestions or additions?
silahkan komentar.. silahkan beri kritikan dan saran.. atau tambahannya..
Istilah nurse diterjemahkan sebagai merawat dan sekaligus diterjemahkan sebagai perawat. mengapa demikian??
Didalam bahasa inggris selalu ada huruf -r/-or merujuk sebagai orang/benda yang mempunyai keahlian melakukan sesuatu. Kenapa nurser tidak dipakai sebagai orang yang mempunyai keahlian merawat?? Kata dalam bahasa inggris yang aneh !!!
Kata NURSE yang diartikan sebagai 'perawat' seolah berarti tidak mempunyai keahlian / science. Sebagaimana seorang ibu yang mampu merawat anaknya, sebagai bagian dari tugas nursing. Seolah pekerjaan nurser itu sederhana, bahkan sangat sederhana sampai-sampai seorang ibu tanpa pendidikan ilmu nursing, yang merawat anaknya dikatakan mampu merawat anaknya sebagai bagian tugas keperawatan sebagaimana seorang perawat dalam melakukan perawatan meskipun tidak mendapat ilmu tentang merawat anak Bani Adam yang sedang sakit.
Serendah itukah image sebagian masyarakat menilai keperawatan? Sehingga ada penghargaan yang kurang dari masyarakat.
Kita lihat telaahnya berikut...
Para ahli bahasa inggris banyak melakukan kajian kata yang tepat dalam bahasa, tata bahasa dll.. kecualu satu kata yang ini: NURSE, luput atau sengaja diluputkan dari perhatian ahli-ahli bahasa inggris.
Kalau diambil dari kata bahasa inggris lain, misalnya lead ( memimpin ) tidak bisa diterjamahkan sebagai pemimpin, melainkan dengan terjemahan leader ( pemimpin ). Pemimpin diartikan sebagai orang yang mempunyai kemampuan memimpin, berbeda kalau seseorang sebagai lead, sebagaimana nurse, tidak dapat diartikan mempunyai kemampuan memimpin, namun diartikan jika seseorang sebagai lead, dia sebagai lead oleh karena suatu keadaan yang mamaksa karena tidak ada leader / pemimpin. Dan pemimpin tidak bisa kita panggil sebagai lead sebagaimana panggilan buat perawat yang hanya nurse, bukan nurser.
Kata lain bisa kita ambil sebagai kata kerja manage ( mengatur ), dan terjemahan pengatur / yang mengurusi tentang management adalah manager ( pengatur ).
Bandingkan:
Bandingkan pula dengan kata supervisor ( pengawas )= Orang yang melekukan tugas pengawasan.
Bandingkan pula dengan kata lawyer ( pengacara )= orang yang berprofesi sebagai pembela/penuntut hukum.
bandingkan pula dengan profesi engineer ( insinyur ) = orang yang mempunyai keahlian dalam permesinan
bersambung.....
punya comments? kritikan? saran/tambahan?
any comments? critics? suggestions or additions?
silahkan komentar.. silahkan beri kritikan dan saran.. atau tambahannya..
Tuesday, February 10, 2009
OBESITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT
OBESITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT
KELOMPOK IV GIMAS
1. Ridwan jamaluddin
2. Rinta Dewi Bangun
3. Sandi Effendi
4. Sardi
5. Sudiryo Suwarno
UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
E LEARNING
DAFTAR ISI. HAL
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 3
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………… 4
a. Pengertian obesitas ………………………………………………. 4
b. Cara menentukan obesitas ……………………………………….. 4
c. Klasifikasi obesitas . ……………………………………………… 5
d. Faktor penyebab obesitas …………………………………………. 6
BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………… 9
Pengaruh obsitas terhadap kesehatan masyarakat …………………………. 9
a. Obesitas dengan DM type II ……………………………………… 9
b. Obesitas dengan hypertensi ……………………………………….. 10
c. Obesitas dengan hypercholesterolemia…………………………….. 10
d. Obesitas dengan penyakit lainnya ………………………………… 11
Penatalaksanaan obesitas ………………………………………………….. 12
BAB IV KESIMPULAN …………………………………………………. 16
REFERENSI ………………………………………………………………. 16
BAB I PENDAHULUAN
Overweight dan Obesitas kini mulai diterima sebagai salah satu masalah kesehatan serius di negara-negara berkembang Hal ini terutama karena orang obese cenderung menderita penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes melitus, dan jenis kanker tertentu. Kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut meningkat secara drastis terutama untuk Body Mass Index di atas 30. Terdapat sedikit pertentangan terhadap sejauh apa peranan obesitas, apakah menjadi penyebab utama bagi timbulnya penyakit-penyakit tenrtentu, atau semata-mata hanya sebagai suatu pertanda atau petunjuk bahwa orang bersangkutan mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit yang bersangkutan. Pandangan mengenai obesitas sebagai sesuatu yang tidak berbahaya, walau bagaimanapun, sudah tidak dapat diterima lagi, mengingat bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama 10 tahun terakhir memperlihatkan hal sebaliknya.
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Masalah obesitas ini bukan hanya menjadi ancaman bagi negara-negara kaya seperti Inggris amerika Serikat dan lainnya. Masyarakat Indonesia yang banyak mengalami gizi kurang atau gizi buruk juga harus berhadapan dengan masalah obesitas seperti layaknya negara-negara maju. Bahkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi kemungkinan meledaknya penderita obesitas.
BAB II TINJAUAN TEORI
a. Pengertian obesitas.
Obesitas atau kegemukan dapat didefinisikan sebagai adanya kelebihan lemak sebagai akibat dari pemasukan makanan yang lebih besar dari yang dibutuhkan oleh tubuh, obesitas dapat ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh, berat badan dan persentase dari lemak didalam tubuh.
Obesitas adalah kondisi berlebihnya jaringan lemak akibat tidak seimbangnya masukan energi dengan pemakaian”,(Kusumawardhani:2006). Jadi obesitas dapat diartikan secara tepat dengan istilah kegemukan atau banyaknya penimbunan lemak dalam tubuh.
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda.
Namun, keduanya sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh diatas normal.
Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama, dan berisiko lebih tinggi untuk terkena beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit payah jantung kongestif, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya.
b. Cara menentukan obesitas.
Istilah “normal”, “overweight” dan “obese” dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran / klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan.
Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
• Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
• Wanita hamil
• Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.
c. Klasifikasi obesitas
• Klasifikasi menurut WHO (1998)
INDEKS MASA TUBUH KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 - 24,9 Berat badan normal
25 - 29,9 Berat badan lebih
30 - 34,9 Obesitas I
35 - 39,9 Obesitas II
> 39,9 Sangat obesitas
• Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan para ahli khusus BMI untuk penduduk Asia (IOTF, WHO 2000)
Kategori, BMI (kg/m2) and Risk of Co-morbidities
1. Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
2. Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2
Rata rata
3. Overweight: > 23
At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2
Meningkat
4. Obese I 25.0 - 29.9kg/m2
Sedang
5. Obese II > 30.0 kg/m2
Berbahaya
Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22 menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat, dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28.
• Obesitas juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah dan ukuran dari sel sel adipose yaitu:
1. Obesitas hiperplasti yaitu jumlah sel adipose yang lebih banyak dan lebih besar dari normal, jenis obesitas ini biasnya massive dan dimulai dari usia dini. Jumlah sel adipose ditubuh bertambah 2-4 kali lipat pada usia lahir sampai dengan 2 tahun dan relative stabil setelah masa puberty.
2. Obesitas hipertropi yaitu jumlah sel adipose relative tetap tetapi ukurannya yang membesar, obesitas jenis ini merupakan yang umum terjadi yang lebih kepada abesitas moderate atau over weight dan umumnya terjadi pada orang dewasa.
d. Faktor penyebab obesitas.
1. Genetic.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi ke generasi didalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini, sepertinya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heran bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun:2002)
Obesitas dapat menurun dalam keluarga tetapi mekanismenya sampai saat ini masih tetap belum jelas, walaupun anggota keluarga tersebut secara genetik cenderung dapat mengalami kelebihan Berat Badan. Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam proses pengeluaran dan pemasukan energi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1994 terhadap gen obese pada tikus telah membuka wawasan mengenai bidang ini. Gen obese ini merupakan suatu protein yang dikenal dengan nama leptin dan diproduksi oleh sel-sel lemak (adipositas) yang disekresikan ke dalam darah. Leptin ini berfungsi sebagai suatu duta (massanger) dari jaringan adiposa yang memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan makanan, menurunkan thermogenesis dan meningkatkan kadar insulin. Leptin memberitahukan otak mengenai jumlah lemak yang tersedia, tetapi pada orang obese proses ini ini mungkin tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2. Faktor fisiologi.
Overweight dan Obesitas meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan kemudian menurun sebelum akhirnya berhenti pada usia lanjut. BMI juga meningkat pada wanita yang sedang hamil.
3. Faktor social ekonomi.
Di kehidupan sehari-hari terdapat suatu kontradiksi hubungan antara status ekonomi sosial dan prevalensi overweight. Di tingkat sosial yang rendah, dimana makanan sukar didapat, overweight tampak sebagai suatu indikator visual terhadap tingkat kesejahteraan dan status. Namun sebaliknya, pada tingkat sosial yang lebih tinggi, kekurusan dianggap sebagai suatu keinginan yang harus diraih sedangkan overweight dipandang sebagai suatu indikator terhadap status yang lebih rendah.
4. Penentu tingkah laku dan psikologis.
Bagi individu yang inaktif, termasuk mereka yang jarang melakukan olah raga, mengkonsumsi alkohol dan merokok - cenderung mengalami peningkatan berat badan. Meskipun alkohol mungkin mempunyai efek ‘kardioprotektif’, namun konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan kelebihan asupan energi sehingga mengakibatkan penyakit liver dan saluran cerna lainnya, seperti penyakit gallblader.
Perokok cenderung mempunyai berat badan yang lebih ringan dibandingkan mantan perokok, dan mereka yang tidak pernah merokok berada di antara kedua kelompok tersebut. Faktor-faktor psikologis juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Makan, bagi sebagian orang juga dapat memberikan respon dari emosi yang negatif, seperti kebosanan dan kesedihan.
5. Penyakit.
Beberapa penyakit dapat menyebabkan obesitas diantaranya:
o Hipotiroidisme
o Sindroma Cushing
o Sindroma Prader-Willi
o Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
6. Obat obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.
7. Tumbuh kembang.
Faktor perkembangan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
8. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
e. Dampak kelebihan nutrisi terhadap kesehatan masyarakat
Gizi Lebih dan Obesitas Sebagai Sindroma Dunia Baru (‘New World Syndrome)
Jika gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi (meskipun tidak seluruhnya benar), maka gizi lebih dan obesitas dianggap sebagai sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit non infeksi (Non Communicable Diseases) yang sekarang ini banyak terjadi di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Fenomena ini sering diberi nama “New World Syndrome” atau Sindroma Dunia Baru (Gracey, 1995) dan ini telah menimbulkan beban sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Tingginya angka obesitas, diabetes (NIDDM), hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit-penyakit kardiovakuler disertai dengan tingginya prevalensi merokok dan penyalahgunaan obat sangat erat hubungannya dengan proses modernisasi/akulturasi dan meningkatnya kemakmuran bagi sekelompok masyarakat. Adalah Sindroma Dunia Baru yang bertanggungjawab terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas yang tidak proporsional di negara-negara yang baru saja mencapai kategori negara maju termasuk negara-negara Eropa Timur dan diantara kelompok etnis minoritas dan kelompok yang kurang beruntung di negara-negara maju.
Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang mulai dirasakan di sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa kemajuan dalam standar kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola makan dan aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap munculnya obesitas.
f. Besarnya Masalah Gizi Lebih
Obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan (Garrow, 1988).
Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di negara-negara Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi. Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Sebagai contoh, 70% dan penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori obes (WHO, 1998).
Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia- Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masingmasing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000).
Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan di Malaysia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obes, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5% s/d 11% (Ito & Murata, 1999).
Bersamaan dengan meningkatnya obesitas, prevalensi diabetes tipe 2 juga meningkat sangat tajam dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Saat ini jumlah penduduk di wilayah Asia-Pasifik yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan mencapai 30 juta orang dan diperkirakan 120 juta dan penduduk dunia saat ini mengalami diabetes tipe 2. Pada tahun 2010 diperkirakan 210 juta penduduk dunia mengalami diabetes tipe 2, 130 juta diantaranya di kawasan Asia Pasifik (Amos et al., 1997).
Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa menggambarkan prevalensi obesitas seluruh penduduk, akan tetapi data obesitas pada orang dewasa yang tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian kita. Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27) dan 6,8% mengalami obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas.
Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43% pada wanita (Depkes, 2003).
Sampai dengan saat ini belum ada data nasional tentang obesitas pada anak sekolah dan remaja. Akan tetapi beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar (Padmiari & Hadi, 2002).
Survei obesitas yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi, 2004). Angka prevalensi obesitas diatas baik pada anak-anak maupun orang dewasa sudah merupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar.
Konsekuensi Gizi Lebih
Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979). Kenaikan mortalitas diantara penderita obes merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon. Orang obes juga mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fungsi psychososial yang menurun (WHO, 2000).
Pada anak-anak, obesitas dapat menyebabkan beberapa penyakit kronis meliputi gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2 pada remaja, hipertensi, dyslipideinia, steatosis hepatic, gangguan gastrointestinal, dan obstruksi pernafasan pada waktu tidur. Lebih khusus lagi, obesitas pada remaja di kawasan Asia-Pasifik berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada umur yang lebih muda (Mahoney et al., 1996).
Banyak studi yang menunjukkan adanya kecenderungan anak obes untuk tetap obes pada masa dewasa (Guo et al, 1994), yang dapat berakibat pada kenaikan risiko penyakit dan gangguan yang berhubungan dengan obesitas pada masa kehidupan berikutnya. Gangguan psychososial juga sering menjadi masalah bagi anak-anak obes dengan diketahuinya obesitas oleh mereka sendiri dan orang lain sebagai handicap yang serius.
BAB III PEMBAHASAN
PENGARUH OBESITAS TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Overweight dan Obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) III, 1988 – 1994, memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien obese dan overweight dewasa (BMI 27) mengidap paling sedikit satu dari banyak penyakit kronik tersebut dan 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit.
Lebih lanjut, dampak komorboditas pada obesitas ini berkembang seiring dengan peningkatan berat badan pasien, baik itu resiko kejadian, prevalensi dan tingkat keparahan, yang secara umum berhubungan langsung dengan BMI. Studi epidemik telah menemukan adanya hubungan linier antara berat badan dan resiko peningkatan mortalitas dan morbiditas. Kenyataanya, komorbiditas penyakit kronik merupakan suatu resiko yang utama.
1. Obesitas dengan Diabetes type II
NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 85% - 90% dari keseluruhan penderita diabetes. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% dari penderita penyakit tersebut menderita obese.
“Tingkat prevalensi (untuk diabetes tipe 2) meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan bertambahnya BMI, baik pada wanita maupun pada pria”.
Bagi mereka yang mengalami kegemukan di sekitar perut (abdominally obese), salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2, adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat, yang berasal dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati sehingga kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis - dimana glukosa darah meningkat.
Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat pengambilan glukose oleh sell otot, dengan demikian, walalupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi. Hal ini menerangkan suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe 2.
Keadaan di atas merupakan bagian dari suatu kompleks gangguan metabolisme yang biasa disebut sindrom resisten insulin, atau sindrome X. Pada kasus resistensi insulin, ciri-cirinya adalah hiperglikemia, hipertensi serta perubahan kadar dan komposisi lipoprotein – yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
2. Obesitas dengan hipertensi.
"Obesitas merupakan suatu faktor utama (bersifat fleksibel ) yang mempengaruhi tekanan darah dan juga perkembangan hipertensi. Kurang lebih 46% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hipertensi. Framingham Studi telah menemukan bahwa peningkatan 15% berat badan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang overweight dengan kelebihan berat badan sebesar 20% mempunyai resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi.
3. Obesitas dengan hipercholesterolimia.
Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini , perbandingan antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL (low Density Lipoprotein) cenderung menurun (dimana kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko Atherogenesis.
Framingham Studi memperlihatkan bahwa untuk setiap 10% kenaikan BB terjadi peningkatan plasma kolesterol sebesar 12 mg/dL.
Dari data NHANES II juga ditemukan bahwa resiko hiperkolesterolemia (serum kolesterol 250 mg/dL) pada orang Amerika yang overweight adalah 1.5 kali lebih besar dibandingkan pada individu normal usia 20 sampai 75 tahun.
4. Obesitas dengan penyakit penyakit lainnya.
• Penyakit Jantung Koroner (PKH): Kurang lebih sebanyak 40% kejadian CHD terjadi pada seseorang dengan BMI di atas 21, sehingga penyakit ini sebetulnya dapat dicegah.
• Stroke: Overweight merupakan faktor resiko utama terhadap stroke. Kegemukan (terutama di sekitar perut/abdomen) dapat meningkatkan resiko stroke (kondisi ini tidak tergantung besarnya BMI).
• Penyakit Kantung Empedu: Orang obese cenderung lebih mudah terkena batu empedu.
• Osteoarthritis (OA): Overweight berhubungan dengan OA pada sendi tangan dan lutut. Bagaimanapun, keterbatasan kemampuan berolah raga pada pasien OA juga dapat peranan terhadap timbulnya overweight.
• Kanker: Obesitas dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit kanker tertentu. Suatu studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menjelaskan bahwa kematian yang diakibatkan oleh kanker prostat dan rektal-colon (colorectal) meningkat pada laki-laki obese, sedangkan kanker endometrium, uterus, mulut rahim (cervix), dan indung telur (ovarium) meningkat pada wanita obese. Dibandingkan wanita dengan berat normal pada masa post-menousal, wanita obese mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker payudara.
• Kelainan (gangguan) lain: Obesitas juga berhubungan dengan varieses vena, beberapa gangguan hormonal dan infertilitas.
PENATALAKSANAAN OBESITAS.
Setiap pasien mempunyai alasan masing-masing untuk mengotrol berat badannya, termasuk alasan kecantikan, menurunkan resiko kesehatan, agar dapat menggunakan baju dengan ukuran tertentu, menambah energi, atau sekedar untuk memperbaiki rasa percaya diri terhadap penampilan. Apapun alasannya, langkah utama yang paling penting dalam pengelolaan berat badan adalah “penetapan sasaran yang realistik”, baik dalam hal “berapa banyak berat badan yang ingin diturunkan pasien?” maupun “berapa lama penurunan berat badan tersebut ingin dicapai”.
Tujuan Penatalaksanaan berat badan adalah sebagai berikut:
• Menurunkan berat badan
• Mempertahankan berat badan
• Mencegah peningkatan kembali berat badan yang telah didapat
• Mengurangi asupan lemak
• Mengkonsumsi makanan dalam jenis yang beragam
• Menurunkan tekanan darah
• Mengurangi pengobatan penyakit diabetes
• Meningkatkan aktifitas fisik
Beritahu pasien untuk mengisi secara lengkap “Agenda Makanan dan Olah raga” selama paling sedikit beberapa hari setiap bulannya. Hal ini akan membantu anda dan pasien anda mengamati makanan yang dikonsumsi dan aktifitas fisik yang dilakukan. Sarankan pada mereka untuk tidak mengukur kemajuan yang dicapai dengan hanya berpatokan pada skala dan berat badan.
Terapi (pengobatan)
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulailah dengan pola makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI. Conie L Bish,et all(2007) mengungkapkan angka BMI adalah sebagai berikut:
a. Resiko rendah: BMI< 27
b. Rsiko menengah: BMI 27-30
c. Resiko tinggi: BMI 30-35
d. Resiko sangat tinggi: BMI 35-40
e. Resiko paling tinggi: BMI 40 atau lebih
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita, dibawah ini menggambarkan bagaimana cara memberikan pengobatan pada penderita obesitas.
a. Penderita dengan resiko kesehatan rendah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga.
b. Penderita dengan resiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga
c. Penderita dengan resiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapat obat anti obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.
Peluang penurunan berat badan jangka panjang yang berhasil akan semakin tinggi bila dokter bekerja dalam satu tim professional yang melibatkan ahli diet, psikologis dan ahli olah raga.
Dalam melakukan terapi atau pengobatan baik yang pharmacotherapy maupun non pharmacotherapy haruslah teliti sebab banyak pengobatan yang beresiko tinggi dan bahkan dapat menyebabkan penyakit lainya. Menurut Susan Yanovski dan Jack Yanovski(2002) pemberian terapi terhadap dietary supplement dan herbal preparation tidak aman dikonsumsi. Setelah dilakukan penelitian zat-zat yang terkandung didalam herbal preparation dan dietary supplement dapat menimbulkan efek yang membahayakan seperti dapat terkena hipertensi, stroke, serangan jantung dan lain sebagainya.
Prinsip terapi dari kegemukan dan obesitas adalah pengaturan pola makan (diet) yang sehat dan
meningkatkan aktifitas fisik. Untuk itu, sebaiknya bagi Anda yang mengalami masalah ini, segera berkonsultasi kepada dokter, bahkan jika perlu seorang ahli gizi medik. Hal ini penting menentukan diet dan aktifitas fisik yang sesuai dan aman.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya obesitas adalah gaya hidup. Gaya hidup ini termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Dengan mengatur pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang baik seseorang dapat terhindar dari obesitas. Untuk lebih menyempurnakan pencegahannya dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter untuk mengetahui apakah seseorang memiliki potensi untuk obesitas sehingga dapat dengan cepat dicegah. Pencegahan pada obesitas dapat juga dengan melakukan penyuluhan resiko dari obesitas yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit lain dan bahkan kematian, sehingga dengan penyuluhan ini dapat memberi kesadaran untuk memulai hidup sehat.
WHO menyatakan bahwa kegemukan dan obesitas merupakan 1 dari 10 kelainan yang dapat dicegah yang berkaitan dengan berbagai macam penyakit atau kelainan degeneratif. Jadi sesungguhnya, kita dapat meminimalisasi efek negatif dari kelainan ini terhadap kesehatan, dengan memperbaiki pola makan dan meningkatkan aktifitas fisik.
Banyak tanda yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan yang dicapai, yaitu:
• Pakaian, terasa lebih longgar
• Penurunan berat badan
• Tidak ada penambahan berat badan / berat badan konstan
• Penampilan
• Perasaan
• Memperbaiki kesehatan: tekanan darah, kadar gula darah, gangguan tidur, ganggguan pernafasan, rasa lelah, sakit sendi dan otot, dan infertilitas.
• Mengurangi pengobatan yang dibutuhkan untuk komorbiditas (hipertensi, diabetes, hiperlipidemia)
Pada beberapa orang, dukungan yang terus menerus sangat dibutuhkan untuk menjaga motivasi dan kepatuhan mereka terhadap program. Jika pada prakteknya anda tidak dapat memonitor mereka secara terus menerus, maka ikut sertakan mereka dalam suatu kelompok program atau sarankan untuk berkonsultasi dengan seorang nutrisionist (dietician).
Tujuan dari suatu program penatalaksanaan berat badan bukan hanya untuk menurunkan berat badan, tetapi juga mencegah kembali peningkatan berat badan, dan hal inilah yang merupakan bagian tersulit dari program.
Berikut ini beberapa petunjuk untuk menolong pasien anda dalam hal penatalaksaan berat badan.
Paculah pasien untuk:
• Membuat pilihan makanan yang sehat - dengan gizi seimbang dan kadar lemak rendah serta kaya akan sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan sereal.
• Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan mereka tidak dapat mengontrol nafsu makan. Jika mereka dapat mengetahui penyebabnya, diharapkan mereka dapat menghindari atau paling tidak meminimalisasi hal tersebut.
• Melakukan olah raga teratur dan berkesinambungan. Pemeliharaan berat badan akan berhasil dengan melakukan olah raga secara aktif dan teratur. Tekankan pada pasien untuk mulai menjalankan olahraga yang disukainya sedini mungkin.
• Tidak bertindak berlebihan dalam menghadapi penambahan sejumlah kecil berat bdan - ini merupakan hal yang paling penting. Sarankan pada pasien anda untuk kembali ke 'jalur ' semula dan jangan gunakan hal tersebut sebagai alasan untuk 'keluar' dari program penatalaksanaan berat badan. Ingatkan pada pasien bahwa untuk mendapatkan berat badan yang stabil memang diperlukan usaha yang keras dengan mengikuti aturan-aturan (petunjuk) yang tepat.
Perubahan yang drastis pada seorang pasien dengan pola makan normal memang sangat sulit, perasaan terhadap perampasan kesenangan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustasi pada kebanyakan kasus dapat menimbulkan peningkatan kembali berat badan.
Di sini tidak ada yang namanya diet, yang ada hanya 3 petunjuk sederhana bagi pasien anda, yaitu:
1. Makan lebih sedikit lemak – 30 % dari keseluruhan jumlah kalori yang dikonsumsi. Mengurangi lemak akan mengurangi asupan kalori dan memperbanyak turunnya berat badan.
2. Kurangi, hanya sejumlah kecil, asupan kalori per hari ( kurang lebih 600 kkal).
3. Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, paling sedikit 3 kali sehari.
BAB IV KESIMPULAN
Indonesia pada saat ini dihadapkan pada dua masalah utama gizi yang sangat bertolak belakang yaitu obesitas disatu sisi dan kekurangan gizi pada sisi yang lain. Hal ini masih menunjukan belum meratanya tingkat kehidupan ekonomi dan masih besarnya ruang antara mereka yang kaya dengan yang miskin.
Obesitas merupakan keadaan yang mengkhawatirkan bagi negara negara maju namun tak ketinggalan juga Indonesia. Obesitas menjadi suatu tantangan yang besar bagi para ahli kesehatan dan juga pemerintah dikarenakan dampaknya terhadap tingkat kesakitan dan kematian masyarakat yang sangat tinggi. Obesitas menjadi ajang reuni bagi berbagai macam penyakit kronis yang hampir tidak mungki untuk disembuhkan dan memerlukan biaya kesehatan yang sangat tinggi, seperti diabetes type ii, hypertensi dan penyakit jantung koroner serta berbagai macam panyakit kronis lainnya yang dicetuskan oleh Obesitas.
Akhirnya dengan meningkatnya anggota masyarakat yang menderita obesitas terutama bagi mereka yang masih dalam usia produktif menjadi tantangan tersendiri terhadap ketersediaan sumber daya manusia yang sehat bagi bangsa ini.
REFERENSI
1. www.obesitas.web.id, diakses pada tanggal 5 juli 2009, pukul 18 Waktu Kuwait.
2. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1170144608,41573, diakses pada tanggal 5 juli 2009, pukul 18 30 Waktu Kuwait.
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas, diakses pada tanggal 5 juli 2009 pukul 19 00 waktu Kuwait.
4. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-ida-1782-obesitas, diakses pada tanggal 6 juli 2009 pukul 21 00 waktu Kuwait.
5. Seely, Stephen, Tate, Anatomy and physiology, the McGRAW-HILL Company 2004. Page.936.
any comments? critics? suggestions or additions?
KELOMPOK IV GIMAS
1. Ridwan jamaluddin
2. Rinta Dewi Bangun
3. Sandi Effendi
4. Sardi
5. Sudiryo Suwarno
UNIVERSITAS PADJAJARAN BANDUNG
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
E LEARNING
DAFTAR ISI. HAL
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 3
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………… 4
a. Pengertian obesitas ………………………………………………. 4
b. Cara menentukan obesitas ……………………………………….. 4
c. Klasifikasi obesitas . ……………………………………………… 5
d. Faktor penyebab obesitas …………………………………………. 6
BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………… 9
Pengaruh obsitas terhadap kesehatan masyarakat …………………………. 9
a. Obesitas dengan DM type II ……………………………………… 9
b. Obesitas dengan hypertensi ……………………………………….. 10
c. Obesitas dengan hypercholesterolemia…………………………….. 10
d. Obesitas dengan penyakit lainnya ………………………………… 11
Penatalaksanaan obesitas ………………………………………………….. 12
BAB IV KESIMPULAN …………………………………………………. 16
REFERENSI ………………………………………………………………. 16
BAB I PENDAHULUAN
Overweight dan Obesitas kini mulai diterima sebagai salah satu masalah kesehatan serius di negara-negara berkembang Hal ini terutama karena orang obese cenderung menderita penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes melitus, dan jenis kanker tertentu. Kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut meningkat secara drastis terutama untuk Body Mass Index di atas 30. Terdapat sedikit pertentangan terhadap sejauh apa peranan obesitas, apakah menjadi penyebab utama bagi timbulnya penyakit-penyakit tenrtentu, atau semata-mata hanya sebagai suatu pertanda atau petunjuk bahwa orang bersangkutan mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit yang bersangkutan. Pandangan mengenai obesitas sebagai sesuatu yang tidak berbahaya, walau bagaimanapun, sudah tidak dapat diterima lagi, mengingat bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama 10 tahun terakhir memperlihatkan hal sebaliknya.
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Masalah obesitas ini bukan hanya menjadi ancaman bagi negara-negara kaya seperti Inggris amerika Serikat dan lainnya. Masyarakat Indonesia yang banyak mengalami gizi kurang atau gizi buruk juga harus berhadapan dengan masalah obesitas seperti layaknya negara-negara maju. Bahkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi kemungkinan meledaknya penderita obesitas.
BAB II TINJAUAN TEORI
a. Pengertian obesitas.
Obesitas atau kegemukan dapat didefinisikan sebagai adanya kelebihan lemak sebagai akibat dari pemasukan makanan yang lebih besar dari yang dibutuhkan oleh tubuh, obesitas dapat ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh, berat badan dan persentase dari lemak didalam tubuh.
Obesitas adalah kondisi berlebihnya jaringan lemak akibat tidak seimbangnya masukan energi dengan pemakaian”,(Kusumawardhani:2006). Jadi obesitas dapat diartikan secara tepat dengan istilah kegemukan atau banyaknya penimbunan lemak dalam tubuh.
Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda.
Namun, keduanya sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai indeks massa tubuh diatas normal.
Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dibandingkan dengan penderita kegemukan untuk jangka waktu yang lama, dan berisiko lebih tinggi untuk terkena beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit payah jantung kongestif, hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan sebagainya.
b. Cara menentukan obesitas.
Istilah “normal”, “overweight” dan “obese” dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran / klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan.
Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:
• Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan
• Wanita hamil
• Orang yang sangat berotot, contohnya atlet
BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.
c. Klasifikasi obesitas
• Klasifikasi menurut WHO (1998)
INDEKS MASA TUBUH KATEGORI
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 - 24,9 Berat badan normal
25 - 29,9 Berat badan lebih
30 - 34,9 Obesitas I
35 - 39,9 Obesitas II
> 39,9 Sangat obesitas
• Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan para ahli khusus BMI untuk penduduk Asia (IOTF, WHO 2000)
Kategori, BMI (kg/m2) and Risk of Co-morbidities
1. Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
2. Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2
Rata rata
3. Overweight: > 23
At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2
Meningkat
4. Obese I 25.0 - 29.9kg/m2
Sedang
5. Obese II > 30.0 kg/m2
Berbahaya
Para ahli sedang memikirkan untuk membuat klasifikasi BMI tersendiri untuk penduduk Asia. Hasil studi di Singapura memperlihatkan bahwa orang Singapura dengan BMI 27 – 28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan orang-orang kulit putih dengan BMI 30. Pada orang India, peningkatan BMI dari 22 menjadi 24 dapat meningkatkan prevalensi DM menjadi 2 kali lipat, dan prevalensi ini naik menjadi 3 kali lipat pada orang dengan BMI 28.
• Obesitas juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah dan ukuran dari sel sel adipose yaitu:
1. Obesitas hiperplasti yaitu jumlah sel adipose yang lebih banyak dan lebih besar dari normal, jenis obesitas ini biasnya massive dan dimulai dari usia dini. Jumlah sel adipose ditubuh bertambah 2-4 kali lipat pada usia lahir sampai dengan 2 tahun dan relative stabil setelah masa puberty.
2. Obesitas hipertropi yaitu jumlah sel adipose relative tetap tetapi ukurannya yang membesar, obesitas jenis ini merupakan yang umum terjadi yang lebih kepada abesitas moderate atau over weight dan umumnya terjadi pada orang dewasa.
d. Faktor penyebab obesitas.
1. Genetic.
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi ke generasi didalam sebuah keluarga. Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini, sepertinya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heran bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak yang relatif sama besar (Zainun:2002)
Obesitas dapat menurun dalam keluarga tetapi mekanismenya sampai saat ini masih tetap belum jelas, walaupun anggota keluarga tersebut secara genetik cenderung dapat mengalami kelebihan Berat Badan. Hal ini dimungkinkan karena banyak gen yang terlibat dalam proses pengeluaran dan pemasukan energi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1994 terhadap gen obese pada tikus telah membuka wawasan mengenai bidang ini. Gen obese ini merupakan suatu protein yang dikenal dengan nama leptin dan diproduksi oleh sel-sel lemak (adipositas) yang disekresikan ke dalam darah. Leptin ini berfungsi sebagai suatu duta (massanger) dari jaringan adiposa yang memberikan informasi ke otak mengenai ukuran massa lemak. Salah satu efek utamanya adalah sebagai penghambat sintesa dan pelepasan neuropeptida Y, dengan cara meningkatkan asupan makanan, menurunkan thermogenesis dan meningkatkan kadar insulin. Leptin memberitahukan otak mengenai jumlah lemak yang tersedia, tetapi pada orang obese proses ini ini mungkin tidak berjalan sebagaimana mestinya.
2. Faktor fisiologi.
Overweight dan Obesitas meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan kemudian menurun sebelum akhirnya berhenti pada usia lanjut. BMI juga meningkat pada wanita yang sedang hamil.
3. Faktor social ekonomi.
Di kehidupan sehari-hari terdapat suatu kontradiksi hubungan antara status ekonomi sosial dan prevalensi overweight. Di tingkat sosial yang rendah, dimana makanan sukar didapat, overweight tampak sebagai suatu indikator visual terhadap tingkat kesejahteraan dan status. Namun sebaliknya, pada tingkat sosial yang lebih tinggi, kekurusan dianggap sebagai suatu keinginan yang harus diraih sedangkan overweight dipandang sebagai suatu indikator terhadap status yang lebih rendah.
4. Penentu tingkah laku dan psikologis.
Bagi individu yang inaktif, termasuk mereka yang jarang melakukan olah raga, mengkonsumsi alkohol dan merokok - cenderung mengalami peningkatan berat badan. Meskipun alkohol mungkin mempunyai efek ‘kardioprotektif’, namun konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan kelebihan asupan energi sehingga mengakibatkan penyakit liver dan saluran cerna lainnya, seperti penyakit gallblader.
Perokok cenderung mempunyai berat badan yang lebih ringan dibandingkan mantan perokok, dan mereka yang tidak pernah merokok berada di antara kedua kelompok tersebut. Faktor-faktor psikologis juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Makan, bagi sebagian orang juga dapat memberikan respon dari emosi yang negatif, seperti kebosanan dan kesedihan.
5. Penyakit.
Beberapa penyakit dapat menyebabkan obesitas diantaranya:
o Hipotiroidisme
o Sindroma Cushing
o Sindroma Prader-Willi
o Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
6. Obat obatan.
Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.
7. Tumbuh kembang.
Faktor perkembangan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
8. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.
e. Dampak kelebihan nutrisi terhadap kesehatan masyarakat
Gizi Lebih dan Obesitas Sebagai Sindroma Dunia Baru (‘New World Syndrome)
Jika gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi (meskipun tidak seluruhnya benar), maka gizi lebih dan obesitas dianggap sebagai sinyal pertama dari munculnya kelompok penyakit-penyakit non infeksi (Non Communicable Diseases) yang sekarang ini banyak terjadi di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang. Fenomena ini sering diberi nama “New World Syndrome” atau Sindroma Dunia Baru (Gracey, 1995) dan ini telah menimbulkan beban sosial-ekonomi serta kesehatan masyarakat yang sangat besar di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Tingginya angka obesitas, diabetes (NIDDM), hipertensi, dyslipidemia, dan penyakit-penyakit kardiovakuler disertai dengan tingginya prevalensi merokok dan penyalahgunaan obat sangat erat hubungannya dengan proses modernisasi/akulturasi dan meningkatnya kemakmuran bagi sekelompok masyarakat. Adalah Sindroma Dunia Baru yang bertanggungjawab terhadap tingginya morbiditas dan mortalitas yang tidak proporsional di negara-negara yang baru saja mencapai kategori negara maju termasuk negara-negara Eropa Timur dan diantara kelompok etnis minoritas dan kelompok yang kurang beruntung di negara-negara maju.
Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang mulai dirasakan di sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa kemajuan dalam standar kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola makan dan aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap munculnya obesitas.
f. Besarnya Masalah Gizi Lebih
Obesitas sering didefinisikan sebagai kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam jaringan adiposa sedemikian sehingga mengganggu kesehatan (Garrow, 1988).
Saat ini terdapat bukti bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di negara-negara Eropa, USA, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi. Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di beberapa negara berkembang obesitas justru telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Sebagai contoh, 70% dan penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk kategori obes (WHO, 1998).
Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia- Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masingmasing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000).
Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa tetapi juga pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan di Malaysia akhir-akhir ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun (Ismail & Tan, 1998). Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami obes, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun berkisar antara 5% s/d 11% (Ito & Murata, 1999).
Bersamaan dengan meningkatnya obesitas, prevalensi diabetes tipe 2 juga meningkat sangat tajam dan peningkatan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Saat ini jumlah penduduk di wilayah Asia-Pasifik yang menderita diabetes tipe 2 diperkirakan mencapai 30 juta orang dan diperkirakan 120 juta dan penduduk dunia saat ini mengalami diabetes tipe 2. Pada tahun 2010 diperkirakan 210 juta penduduk dunia mengalami diabetes tipe 2, 130 juta diantaranya di kawasan Asia Pasifik (Amos et al., 1997).
Data tentang obesitas di Indonesia belum bisa menggambarkan prevalensi obesitas seluruh penduduk, akan tetapi data obesitas pada orang dewasa yang tinggal di ibukota propinsi seluruh Indonesia cukup untuk menjadi perhatian kita. Survei nasional yang dilakukan pada tahun 1996/1997 di ibukota seluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25-27) dan 6,8% mengalami obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas.
Pada kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4% dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43% pada wanita (Depkes, 2003).
Sampai dengan saat ini belum ada data nasional tentang obesitas pada anak sekolah dan remaja. Akan tetapi beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD prevalensi obesitas mencapai 9,7% di Yogyakarta (Ismail, 1999) dan 15,8% di Denpasar (Padmiari & Hadi, 2002).
Survei obesitas yang dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas (Hadi, 2004). Angka prevalensi obesitas diatas baik pada anak-anak maupun orang dewasa sudah merupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar.
Konsekuensi Gizi Lebih
Obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 2 kali lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan rata-rata (Lew & Garfinkel, 1979). Kenaikan mortalitas diantara penderita obes merupakan akibat dari beberapa penyakit yang mengancam kehidupan seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, penyakit kandung kemih, kanker gastrointestinal dan kanker yang sensitif terhadap perubahan hormon. Orang obes juga mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti back pain, arthritis, infertilitas, dan fungsi psychososial yang menurun (WHO, 2000).
Pada anak-anak, obesitas dapat menyebabkan beberapa penyakit kronis meliputi gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, diabetes tipe 2 pada remaja, hipertensi, dyslipideinia, steatosis hepatic, gangguan gastrointestinal, dan obstruksi pernafasan pada waktu tidur. Lebih khusus lagi, obesitas pada remaja di kawasan Asia-Pasifik berhubungan dengan diabetes tipe 2 pada umur yang lebih muda (Mahoney et al., 1996).
Banyak studi yang menunjukkan adanya kecenderungan anak obes untuk tetap obes pada masa dewasa (Guo et al, 1994), yang dapat berakibat pada kenaikan risiko penyakit dan gangguan yang berhubungan dengan obesitas pada masa kehidupan berikutnya. Gangguan psychososial juga sering menjadi masalah bagi anak-anak obes dengan diketahuinya obesitas oleh mereka sendiri dan orang lain sebagai handicap yang serius.
BAB III PEMBAHASAN
PENGARUH OBESITAS TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Overweight dan Obesitas erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan di awal, komorbiditas itu dapat berupa hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes tipe II, penyakit gallblader, disfungsi pernafasan, gout, osteoarthritis, dan jenis kanker tertentu. Penyakit kronik yang paling sering menyertai obesitas adalah diabetes tipe II, hipertensi, dan hiperkolesterolemia. Data dari NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) III, 1988 – 1994, memperlihatkan bahwa dua pertiga pasien obese dan overweight dewasa (BMI 27) mengidap paling sedikit satu dari banyak penyakit kronik tersebut dan 27% dari mereka mengidap dua atau lebih penyakit.
Lebih lanjut, dampak komorboditas pada obesitas ini berkembang seiring dengan peningkatan berat badan pasien, baik itu resiko kejadian, prevalensi dan tingkat keparahan, yang secara umum berhubungan langsung dengan BMI. Studi epidemik telah menemukan adanya hubungan linier antara berat badan dan resiko peningkatan mortalitas dan morbiditas. Kenyataanya, komorbiditas penyakit kronik merupakan suatu resiko yang utama.
1. Obesitas dengan Diabetes type II
NHANES III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan BMI 27 menderita diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemui, yaitu sekitar 85% - 90% dari keseluruhan penderita diabetes. Obesitas merupakan faktor resiko utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% dari penderita penyakit tersebut menderita obese.
“Tingkat prevalensi (untuk diabetes tipe 2) meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan bertambahnya BMI, baik pada wanita maupun pada pria”.
Bagi mereka yang mengalami kegemukan di sekitar perut (abdominally obese), salah satu mekanisme yang diduga menjadi predisposisi diabetes tipe 2, adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat, yang berasal dari suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati sehingga kemampuan hati untuk mengikat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan glukoneogenesis - dimana glukosa darah meningkat.
Efek kedua dari peningkatan asam-asam lemak bebas adalah menghambat pengambilan glukose oleh sell otot, dengan demikian, walalupun kadar insulin meningkat, namun glukosa darah tetap abnormal tinggi. Hal ini menerangkan suatu resistensi fisiologis terhadap insulin seperti yang terdapat pada diabetes tipe 2.
Keadaan di atas merupakan bagian dari suatu kompleks gangguan metabolisme yang biasa disebut sindrom resisten insulin, atau sindrome X. Pada kasus resistensi insulin, ciri-cirinya adalah hiperglikemia, hipertensi serta perubahan kadar dan komposisi lipoprotein – yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
2. Obesitas dengan hipertensi.
"Obesitas merupakan suatu faktor utama (bersifat fleksibel ) yang mempengaruhi tekanan darah dan juga perkembangan hipertensi. Kurang lebih 46% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hipertensi. Framingham Studi telah menemukan bahwa peningkatan 15% berat badan dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang overweight dengan kelebihan berat badan sebesar 20% mempunyai resiko delapan kali lipat lebih besar terhadap hipertensi.
3. Obesitas dengan hipercholesterolimia.
Kadar abnormal lipid darah erat kaitannya dengan obesitas. Kurang lebih 38% pasien dengan BMI 27 adalah penderita hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini , perbandingan antara HDL (High Density Lipoprotein) dengan LDL (low Density Lipoprotein) cenderung menurun (dimana kadar trigliserida secara umum meningkat) sehingga memperbesar resiko Atherogenesis.
Framingham Studi memperlihatkan bahwa untuk setiap 10% kenaikan BB terjadi peningkatan plasma kolesterol sebesar 12 mg/dL.
Dari data NHANES II juga ditemukan bahwa resiko hiperkolesterolemia (serum kolesterol 250 mg/dL) pada orang Amerika yang overweight adalah 1.5 kali lebih besar dibandingkan pada individu normal usia 20 sampai 75 tahun.
4. Obesitas dengan penyakit penyakit lainnya.
• Penyakit Jantung Koroner (PKH): Kurang lebih sebanyak 40% kejadian CHD terjadi pada seseorang dengan BMI di atas 21, sehingga penyakit ini sebetulnya dapat dicegah.
• Stroke: Overweight merupakan faktor resiko utama terhadap stroke. Kegemukan (terutama di sekitar perut/abdomen) dapat meningkatkan resiko stroke (kondisi ini tidak tergantung besarnya BMI).
• Penyakit Kantung Empedu: Orang obese cenderung lebih mudah terkena batu empedu.
• Osteoarthritis (OA): Overweight berhubungan dengan OA pada sendi tangan dan lutut. Bagaimanapun, keterbatasan kemampuan berolah raga pada pasien OA juga dapat peranan terhadap timbulnya overweight.
• Kanker: Obesitas dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit kanker tertentu. Suatu studi yang dilakukan oleh American Cancer Society menjelaskan bahwa kematian yang diakibatkan oleh kanker prostat dan rektal-colon (colorectal) meningkat pada laki-laki obese, sedangkan kanker endometrium, uterus, mulut rahim (cervix), dan indung telur (ovarium) meningkat pada wanita obese. Dibandingkan wanita dengan berat normal pada masa post-menousal, wanita obese mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker payudara.
• Kelainan (gangguan) lain: Obesitas juga berhubungan dengan varieses vena, beberapa gangguan hormonal dan infertilitas.
PENATALAKSANAAN OBESITAS.
Setiap pasien mempunyai alasan masing-masing untuk mengotrol berat badannya, termasuk alasan kecantikan, menurunkan resiko kesehatan, agar dapat menggunakan baju dengan ukuran tertentu, menambah energi, atau sekedar untuk memperbaiki rasa percaya diri terhadap penampilan. Apapun alasannya, langkah utama yang paling penting dalam pengelolaan berat badan adalah “penetapan sasaran yang realistik”, baik dalam hal “berapa banyak berat badan yang ingin diturunkan pasien?” maupun “berapa lama penurunan berat badan tersebut ingin dicapai”.
Tujuan Penatalaksanaan berat badan adalah sebagai berikut:
• Menurunkan berat badan
• Mempertahankan berat badan
• Mencegah peningkatan kembali berat badan yang telah didapat
• Mengurangi asupan lemak
• Mengkonsumsi makanan dalam jenis yang beragam
• Menurunkan tekanan darah
• Mengurangi pengobatan penyakit diabetes
• Meningkatkan aktifitas fisik
Beritahu pasien untuk mengisi secara lengkap “Agenda Makanan dan Olah raga” selama paling sedikit beberapa hari setiap bulannya. Hal ini akan membantu anda dan pasien anda mengamati makanan yang dikonsumsi dan aktifitas fisik yang dilakukan. Sarankan pada mereka untuk tidak mengukur kemajuan yang dicapai dengan hanya berpatokan pada skala dan berat badan.
Terapi (pengobatan)
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan. Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulailah dengan pola makan yang sehat.
Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI. Conie L Bish,et all(2007) mengungkapkan angka BMI adalah sebagai berikut:
a. Resiko rendah: BMI< 27
b. Rsiko menengah: BMI 27-30
c. Resiko tinggi: BMI 30-35
d. Resiko sangat tinggi: BMI 35-40
e. Resiko paling tinggi: BMI 40 atau lebih
Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita, dibawah ini menggambarkan bagaimana cara memberikan pengobatan pada penderita obesitas.
a. Penderita dengan resiko kesehatan rendah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga.
b. Penderita dengan resiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga
c. Penderita dengan resiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapat obat anti obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.
Peluang penurunan berat badan jangka panjang yang berhasil akan semakin tinggi bila dokter bekerja dalam satu tim professional yang melibatkan ahli diet, psikologis dan ahli olah raga.
Dalam melakukan terapi atau pengobatan baik yang pharmacotherapy maupun non pharmacotherapy haruslah teliti sebab banyak pengobatan yang beresiko tinggi dan bahkan dapat menyebabkan penyakit lainya. Menurut Susan Yanovski dan Jack Yanovski(2002) pemberian terapi terhadap dietary supplement dan herbal preparation tidak aman dikonsumsi. Setelah dilakukan penelitian zat-zat yang terkandung didalam herbal preparation dan dietary supplement dapat menimbulkan efek yang membahayakan seperti dapat terkena hipertensi, stroke, serangan jantung dan lain sebagainya.
Prinsip terapi dari kegemukan dan obesitas adalah pengaturan pola makan (diet) yang sehat dan
meningkatkan aktifitas fisik. Untuk itu, sebaiknya bagi Anda yang mengalami masalah ini, segera berkonsultasi kepada dokter, bahkan jika perlu seorang ahli gizi medik. Hal ini penting menentukan diet dan aktifitas fisik yang sesuai dan aman.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghambat terjadinya obesitas adalah gaya hidup. Gaya hidup ini termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Dengan mengatur pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang baik seseorang dapat terhindar dari obesitas. Untuk lebih menyempurnakan pencegahannya dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter untuk mengetahui apakah seseorang memiliki potensi untuk obesitas sehingga dapat dengan cepat dicegah. Pencegahan pada obesitas dapat juga dengan melakukan penyuluhan resiko dari obesitas yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit lain dan bahkan kematian, sehingga dengan penyuluhan ini dapat memberi kesadaran untuk memulai hidup sehat.
WHO menyatakan bahwa kegemukan dan obesitas merupakan 1 dari 10 kelainan yang dapat dicegah yang berkaitan dengan berbagai macam penyakit atau kelainan degeneratif. Jadi sesungguhnya, kita dapat meminimalisasi efek negatif dari kelainan ini terhadap kesehatan, dengan memperbaiki pola makan dan meningkatkan aktifitas fisik.
Banyak tanda yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan yang dicapai, yaitu:
• Pakaian, terasa lebih longgar
• Penurunan berat badan
• Tidak ada penambahan berat badan / berat badan konstan
• Penampilan
• Perasaan
• Memperbaiki kesehatan: tekanan darah, kadar gula darah, gangguan tidur, ganggguan pernafasan, rasa lelah, sakit sendi dan otot, dan infertilitas.
• Mengurangi pengobatan yang dibutuhkan untuk komorbiditas (hipertensi, diabetes, hiperlipidemia)
Pada beberapa orang, dukungan yang terus menerus sangat dibutuhkan untuk menjaga motivasi dan kepatuhan mereka terhadap program. Jika pada prakteknya anda tidak dapat memonitor mereka secara terus menerus, maka ikut sertakan mereka dalam suatu kelompok program atau sarankan untuk berkonsultasi dengan seorang nutrisionist (dietician).
Tujuan dari suatu program penatalaksanaan berat badan bukan hanya untuk menurunkan berat badan, tetapi juga mencegah kembali peningkatan berat badan, dan hal inilah yang merupakan bagian tersulit dari program.
Berikut ini beberapa petunjuk untuk menolong pasien anda dalam hal penatalaksaan berat badan.
Paculah pasien untuk:
• Membuat pilihan makanan yang sehat - dengan gizi seimbang dan kadar lemak rendah serta kaya akan sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan sereal.
• Mengidentifikasi situasi yang menyebabkan mereka tidak dapat mengontrol nafsu makan. Jika mereka dapat mengetahui penyebabnya, diharapkan mereka dapat menghindari atau paling tidak meminimalisasi hal tersebut.
• Melakukan olah raga teratur dan berkesinambungan. Pemeliharaan berat badan akan berhasil dengan melakukan olah raga secara aktif dan teratur. Tekankan pada pasien untuk mulai menjalankan olahraga yang disukainya sedini mungkin.
• Tidak bertindak berlebihan dalam menghadapi penambahan sejumlah kecil berat bdan - ini merupakan hal yang paling penting. Sarankan pada pasien anda untuk kembali ke 'jalur ' semula dan jangan gunakan hal tersebut sebagai alasan untuk 'keluar' dari program penatalaksanaan berat badan. Ingatkan pada pasien bahwa untuk mendapatkan berat badan yang stabil memang diperlukan usaha yang keras dengan mengikuti aturan-aturan (petunjuk) yang tepat.
Perubahan yang drastis pada seorang pasien dengan pola makan normal memang sangat sulit, perasaan terhadap perampasan kesenangan yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustasi pada kebanyakan kasus dapat menimbulkan peningkatan kembali berat badan.
Di sini tidak ada yang namanya diet, yang ada hanya 3 petunjuk sederhana bagi pasien anda, yaitu:
1. Makan lebih sedikit lemak – 30 % dari keseluruhan jumlah kalori yang dikonsumsi. Mengurangi lemak akan mengurangi asupan kalori dan memperbanyak turunnya berat badan.
2. Kurangi, hanya sejumlah kecil, asupan kalori per hari ( kurang lebih 600 kkal).
3. Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, paling sedikit 3 kali sehari.
BAB IV KESIMPULAN
Indonesia pada saat ini dihadapkan pada dua masalah utama gizi yang sangat bertolak belakang yaitu obesitas disatu sisi dan kekurangan gizi pada sisi yang lain. Hal ini masih menunjukan belum meratanya tingkat kehidupan ekonomi dan masih besarnya ruang antara mereka yang kaya dengan yang miskin.
Obesitas merupakan keadaan yang mengkhawatirkan bagi negara negara maju namun tak ketinggalan juga Indonesia. Obesitas menjadi suatu tantangan yang besar bagi para ahli kesehatan dan juga pemerintah dikarenakan dampaknya terhadap tingkat kesakitan dan kematian masyarakat yang sangat tinggi. Obesitas menjadi ajang reuni bagi berbagai macam penyakit kronis yang hampir tidak mungki untuk disembuhkan dan memerlukan biaya kesehatan yang sangat tinggi, seperti diabetes type ii, hypertensi dan penyakit jantung koroner serta berbagai macam panyakit kronis lainnya yang dicetuskan oleh Obesitas.
Akhirnya dengan meningkatnya anggota masyarakat yang menderita obesitas terutama bagi mereka yang masih dalam usia produktif menjadi tantangan tersendiri terhadap ketersediaan sumber daya manusia yang sehat bagi bangsa ini.
REFERENSI
1. www.obesitas.web.id, diakses pada tanggal 5 juli 2009, pukul 18 Waktu Kuwait.
2. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1170144608,41573, diakses pada tanggal 5 juli 2009, pukul 18 30 Waktu Kuwait.
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas, diakses pada tanggal 5 juli 2009 pukul 19 00 waktu Kuwait.
4. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-ida-1782-obesitas, diakses pada tanggal 6 juli 2009 pukul 21 00 waktu Kuwait.
5. Seely, Stephen, Tate, Anatomy and physiology, the McGRAW-HILL Company 2004. Page.936.
any comments? critics? suggestions or additions?
Subscribe to:
Posts (Atom)